Tosan Aji, Kawruh Keris




Oleh : Faizal Noor Singgih, S.T.P.

Ketika berbicara tentang tosan aji, maka yang terlintas di dalam benak atau pikiran adalah keris, tombak, pedang dan sebagainya. Berbagai senjata yang sering digunakan dalam peperangan atau membela diri. Namun pengertian tosan aji sendiri tidak hanya sebatas hal tersebut. Tosan berarti besi, aji berarti nilai atau memiliki nilai yang tinggi. Jadi tosan aji dapat diberi arti sebagai besi atau logam yang memiliki nilai tinggi. Hal ini sangat memungkinkan, karena tosan aji merupakan hasil karya seni tempa logam yang luar biasa dari para leluhur Nusantara, sehingga dari tampilan fisik tosan aji memiliki keindahan keindahan tertentu yang sangat erat hubungannya dengan rasa atau sir.

Tosan Aji Nusantara sangatlah beragam, dengan nama dan fungsi kedaerahan masing masing. Bahkan terkait dengan tosan aji ini, UNESCO mengakui keris sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia pada tahun 2008. Masuk kategori warisan budaya tak benda, meski secara fisik ada bentuknya dan sering dijumpai, namun lebih kepada nilai-nilai luhur yang ada dalam sebilah tosan aji, khususnya keris. Dari sebilah keris juga dapat terungkap berbagai hal, antara lain mutu besi, pamor, dapur, era atau jaman pembuatan dan lain sebagainya.

Sebagaimana sudah diungkapkan di atas bahwa tosan aji mencakup berbagai macam ragam senjata tradisional yang dibuat dari logam. Jenis tosan aji yang terkenal yaitu keris, tombak dan pedang. Namun masih banyak lagi jenis tosan aji yang lain yang perlu diketahui. Antara lain adalah :

  • Menur, tombak kecil yang dipasang diujung payung atau songsong. Warangka dari menur ini yang menjadi ujung teratas payung atau songsong.
  • Kancing gelung atau tusuk kondhe, ada juga yang menyebutnya cundhamanik. Sesuai dengan namanya, tosan aji ini berwujud tusuk konde untuk mengancing dan sekaligus penghias gelung bagi seorang wanita. Tusuk konde juga dapat sebagai senjata, yaitu senjata lempar bagi seorang wanita.
  • Bedhor, merupakan tosan aji sebagai ujung anak panah. Karena secara fungsional adalah untuk ujung anak panah, maka ukuran tosan aji ini kecil namun memiliki sisi yang tajam.
  • Cundrik, keris dengan ukuran kecil, biasanya panjang sejengkal, sebagai senjata bagi kaum wanita.
  • Kacip, alat potong dengan cara operasional seperti gunting, digunakan untuk memotong gambir atau pinang bagi para wanita ketika nginang atau makan sirih.
  • Cis, ujung tombak dengan mata tombak yang khas, seakan aka nada dua mata tombak, naming sesungguhnya hanya satu, yaitu ada sisi bagian yang lurus dan disisi lainya melengkung. Cis biasanya digunakan untuk menghela gajah.
  • Tempuling, mata tombak dengan kait seperti ujung mata pancing, yang digunakan oleh nelayan untuk berburu ikan paus.
  • Wedung, semacam golok yang biasanya dikenakan oleh abdi dalem putri. Namun ada kalanya wedung juga dikenakan oleh pria dalam khasanah berbusana daerah dengan jenis tertentu.
  • Gada, semacam senjata pukul namun memiliki bagian sisi yang tajam.
  • Rencong, senjata khas Aceh.
  • Kujang, senjata khas Sunda Jawa Barat.
  • Dan masih banyak lagi jenis tosan aji khasanah Nusantara.

Meskipun banyak jenis tosan aji yang dijumpai dari seantero Nusantara, namun untuk menyederhanakan dalam pembahasan, lebih dikerucutkan pada tosan aji berupa keris. Ketika berbicara tentang keris, yang ada dalam benak adalah sebentuk senjata tikam atau tusuk dengan warangkanya, sebagai sebuah kelengkapan busana adat. Namun fungsi keris tidak hanya sebagai kelengkapan busana adat saja, lebih dari itu. Bagi masyarakat Jawa, mendudukkan dengan kedudukan tersendiri, yaitu keris sebagai pusaka atau sipat kandel, karena mengandung nilai-nilai tersendiri bagi si empunya, baik dari sisi sejarah, pesan-pesan moral yang terkandung dalam bilah, bahkan tidak dipungkiri juga dari sisi magis atau tuah yang dapat memperkuat rasa percaya diri.

Keris yang lengkap adalah perpaduan yang harmonis antara bilah keris dan warangka keris.  Bilah keris dibuat dengan menggunakan bahan baku besi-besi berkualitas tinggi termasuk juga baja, serta bahan pamor. Dalam memilih besi sebagai bahan keris ini para empu terdahulu mengandalkan kepekaan rasa, tidak menggunakan ukuran atau tolok ukur bersifat sains. Pemilihan jenis besi juga disesuaikan dengan calon kegunaan dari tosan aji atau keris yang akan dibabar atau dibuat, karena masing masing jenis besi memiliki sifat dan karakter tertentu. Oleh karena itu, ketika seorang empu terdahulu menerima pesanan untuk membuatkan sebilah keris, maka akan ditanyakan kegunaan keris yang akan dibabar tersebut, sehingga akan dipilihkan materi bahan, dapur atau tipe keris dan juga pamor, agar keris yang dibabar tersebut sesuai dengan daya gunanya.

Karena dalam menentukan pembedaan jenis besi hanya dengan cara mengamati, meraba, dan mendengarkan bunyi ketika besi dijentik berlandaskan rasa dihati, maka ilmu besi tradisional ini sangat sulit untuk dipelajari dan dibuat catatan. Namun para ilmuwan terdahulu berupaya untuk mewariskan pengetahuan ini kepada generasi penerus, dengan cara menuliskan deskripsi dari berbagai macam jenis besi tersebut, meskipun juga tidak mudah dalam memahaminya. Menurut Serat Wesi Aji setidaknya ada 17 macam jenis besi yang dapat teridentifikasi, yaitu :

  1. Besi Karangkijang : besi berwarna hitam kebiruan, dengan urat besi seperti air, tuah dingin dan ampuh.
  2. Besi Pulasani : besi berwarna hijau keperakan atau nyamberlilen, dengan urat besi seperti batu,  tuah tulus, pembawa rejeki dan derajat.
  3. Besi Mangangkang : besi berwarna hitam keunguan, dengan urat besi polos, tuah menambah kewibawaan, disayangi oleh orang orang sekeliling dan pembawa rejeki.
  4. Besi Walulin : besi berwarna kebiruan, terlihat ada sebaran kristal lembut dipermukaan besi, tuah kewibawaan.
  5. Besi Katub : besi berwarna hitam kehijauan mengkilat, memiliki urat besi seperti rambut, tuah untuk kekebalan.
  6. Besi Kamboja : besi berwarna keputihan dengan urat besi seperti umbi gadung dan gemerlapan, tuah penghormatan.
  7. Besi Welangi : besi berwarna kuning kehijauan, tuah pembawa rejeki dan keselamatan.
  8. Besi Ambal : besi berwarna kebiruan kemerahan, dengan tuah menjadi magnet bagi pusaka lain.
  9. Besi Tumpang : besi berwarna biru keunguan, dengan tuah kesaktian dan kewibawaan
  10. Besi Windudadi : besi berwarna putih kebiruan seperti kaca, mengambang ketika dimasukkan air, tuah kekuatan dan keteguhan.
  11. Besi Werani : besi berwarna hitam keunguan seperti bunga telang, tuah tergantung dari si empunya, menyangatkan keadaan yang sedang dialami.
  12. Besi Terate : besi berwarna hitam nglumut kehijauan, tuah memiliki sifat asih.
  13. Besi Malela Ruyun : besi berwarna putih kebiruan, urat seperti rambut, memiliki tuah keberanian dan keteguhan hati,
  14. Besi Balitung : besi berwarna hitam keunguan pekat, tuah baik untuk nelayan.
  15. Besi Kenur : besi berwarna hitam mengkilat, tuah baik untuk perdagangan.
  16. Besi Malela Kendhaga : atau disebut juga besi Loya, tuah menambah keberanian dan keteguhan.
  17. Besi Tumbuk : besi berwarna putih kekuningan gemerlap, memiliki tuah baik untuk penyimpanan harta dan ditakuti bangsa jin.

Tujuh belas jenis besi ini merupakan jenis besi yang baik untuk digunakan sebagai bahan membuat keris. Namun masih ada lagi beberapa jenis besi yang kurang baik untuk membuat keris atau tosan aji. Antara lain besi Kumbayana yang berwarna merah, besi Kanthet, besi Malik, besi Kelengan dan besi Enuh.

Seseorang yang pekerjaannya membuat keris pada umumnya disebut empu. Dalam bekerja membuat keris, empu dibantu oleh para pekerja yang disebut panjak. Empu bekerja membuat keris disuatu tempat yang disebut besalen, lengkap dengan segala peralatannya.

Secara prinsip, bentuk keris ada dua, yakni keris lajer atau berbentuk lurus; dan keris luk yang pada bilahnya berkelak kelok ke kanan dan ke kiri dengan jumlah tertentu, biasanya berjumlah ganjil. Sesuai dengan pepakem keris, jumlah luk ini antara satu hingga tiga belas luk. Keris dengan jumlah luk lebih dari tigabelas, disebut dengan keris Kalawija atau palawijan, keris yang tidak lumrah dari kebiasaan. Lurus dan jumlah luk ini antara lain yang digunakan untuk menentukan dhapur atau tipe suatu keris.

Sedangkan pamor adalah gambaran abstrak yang berada di bilih keris, dapat berupa garis garis, lengkungan, titik, noktah, belang belang atau pun perpaduan diantaranya. Bahan pamor dapat menggunakan nikel ataupun batu pamor yang berasal dari meteor. Pamor timbul sebagai efek dari penempaan, ada yang memang disengaja rekayasa untuk menimbulkan pamor tertentu, namun banyak pula pamor keris muncul dengan sendirinya tanpa adanya rekayasa.

Hingga saat ini di tengah masyarakat masih sering rancu dalam penyebutan nama keris dan nama dhapur keris, karena seringkali nama dhapur keris digunakan juga sebagai nama keris. Pemberian nama kepada keris adalah sebagai bentuk penghormatan kepada empu pembuat keris, disisi lain juga sebagai simbol atau sarana pengingat dari fungsi suatu keris. Sebagai misal keris Kanjeng Kyai Ageng Jaka Piturun milik Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, yang merupakan keris lambang kesinambungan tahta. Dari perjalanan sejarah, putra Sultan yang menerima keris Kanjeng Kyai Ageng Jaka Piturun, akan mewarisi tahta sebagai Sultan selanjutnya.

Pada umumnya nama keris ini menggunakan awalan kata Kyai, Nyai, Kanjeng Kyai, atau Kanjeng Kyai Ageng untuk penyebutan bagi pusaka andalan. Sebagai contoh nama keris yang tanpa bersinggungan dengan jenis dhapur antara lain Kanjeng Kyai Ageng Kopek, Kanjeng Kyai Ageng Jaka Piturun, Kanjeng Kyai Wisa Bintulu, Kyai Jayeng Tilam, Kyai Kumalacahya, Nyai Welas dan lain sebagainya. Ada juga pemberian nama keris sesuai dengan dapur keris atau pamor keris tersebut. Semisal Kanjeng Kyai Gajah Manglar, Kanjeng Kyai Sengkelat, Kyai Carubuk, Kyai Setankober, Kyai Teja Kinurung, Kyai Jangkung Mangkurat dan lain sebagainya.

Pada masa lalu seringkali kita menjumpai bahwa keris lebih dikedepankan unsur magis atau tuahnya, sehingga dalam pemeliharaan keris sering menimbulkan kontroversi untuk saat ini. Sehingga sering dijumpai keris keris yang menjadi rusak karena perawatan yang kurang tepat. Untuk saat ini dalam perawatan keris cenderung mengedepankan logika, bagaimana cara agar keris yang terbuat dari logam ini dapat terlihat keindahannya dan awet sepanjang masa, sehingga dari sebilah keris dapat diketahui maksud penciptaannya, keindahan, perjalanan jaman dan lain sebagainya.               

Pemberian warangan yang bersifat racun, yang dulu merupakan sarana melumuri bilah keris agar beracun keras sehingga ampuh digunakan dalam peperangan atau melukai musuh, pada saat ini bergeser fungsi. Warangan yang dalam bahasa ilmu kimia disebut arsenic atau arsen trioksida (As2O3), merupakan senyawa bersifat toxic atau racun, yang dapat berikatan kuat dengan zat lain, semisal besi (Fe). Ketika proses marangi atau memberikan warangan, besi dari keris berikatan dengan arsen, maka akan timbul warna hitam. Warna hitam ini akan kontras dengan warna pamor yang cenderung berwarna perak, sehingga keindahan pamor akan terlihat jelas. Di sisi lain ketika diwarangi, bilah keris akan menjadi lebih awet.

Pustaka

Bambang Harsrinuksmo, Ensiklopedi Keris, 2004, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Mertikarta, Pesona Keris Nusantara Pelestarian Tradisi dan pengembangan Ekonomi Kreatif, 2017, Mertikarta Yogyakarta

Yuwono Sri Suwito, Ir.,dkk, Ensiklopedi Kraton Yogyakarta, 2009, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta   

Juru Bangunjiwa, Ki, Kitab Lengkap Keris Jawa, 2019, Penerbit Narasi Yogyakarta





img

Jogja Belajar Budaya

JB Budaya adalah salah satu layanan unggulan Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan DIY yang terintegrasi dengan jogjabelajar.org. JB Budaya merupakan media pembelajaran berbasis website yang mempelajari tentang budaya-budaya di Yogyakarta.




Artikel Terkait

Artikel yang juga anda sukai