Stasiun Radio AURI PC 2 Playen memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Melalui Stasiun Radio AURI PC 2 Playen ini berita tentang perjuangan bangsa Indonesia dapat disiarkan melalui Rangoon kemudian di teruskan ke Kolombo dan New Delhi selanjutnya disebarkan ke PBB di Washington. Amerika.Dari siaran radio PC2 inilah akhirnya dunia mengetahui bahwa eksistensi pemerintahan Republik Indonesia masih ada.
Mr. Sjafruddin Prawiranegara sebagai tokoh perjuangan Indonesia mengatakan bahwa kalau tidak ada PHB AURI, maka Pemerintah Republik Indonesia saat itu tidak mendapatkan pengakuan dari dunia internasional. Stasiun Radio AURI PC 2 Playen sangat diperlukan untuk berkomunikasi antara pemimpin pemerintah pusat dan daerah serta dengan dunia Internasional. Dalam perjalanannya bergerilya, panglima Sudirman pernah singgah di stasiun pemancar Raria PC 2 sebelum melanjutkan perjuangannya ke Jawa Timur (Nawangan, Pacitan).
Pada tanggal 17 Desember 1945, Panglima Divisi III Yogyakarta secara resmi menyerahkan wewenang dan tanggungjawab bidang keudaraan kepada TKR Jawatan Penerbangan,Sejak saat itu pula kegiatan menghimpun kekuatan udara mulai meningkat. Urusan komunikasi dan personil dipercayakan kepada Sabar Wiryonomukti. Ia menghimpun teman-teman yang berpengalaman di bidang komunikasi radio, diantaranya adalah Boediardjo yang diberi tugas menyiapkan sumber daya manusia, khususnya bagi Dinas Perhubungan atau PHB-AURI. Dia memanggil 16 siswa Sekolah Radio Telegrafis di Malang, untuk dijadikan sebagai tenaga inti PHB-AURI.
Dengan datangnya Adi SoemarmoWirjokoesoemo, mantan Flight Radio Operator dari The Netherland East Indies Air Force (NIA), kinerja PHB-AURI menjadi semakin baik.
Pada tangga l9 April 1946 diterbitkan Penetapan Pemerintah Nomor 6 tentang Pembentukan AngkatanUdara, dan menetapkan Raden Surjadi Suryadarma sebagai KepalaStaf Angkatan Udara (Kasau) dengan dua orang wakil yaitu R. Soekarnaen Martokoesoemo dan Adisoetjipto. Dua tahun kemudian Opsir Udara III Boediardjo diangkat menjadi Kepala Jawatan Perhubungan AURI.
Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan penyerbuan ke Yogyakarta untuk menduduki Ibukota Negara dan menangkap pemimpin bangsa. Wakil Presiden Mohammad Hatta sempat mengirimkan sebuah pesan berbentuk radiogram. Pesan tersebut kemudian disampaikan ke seluruh stasiun radio AURI yang ada di Indonesia oleh Sabar Wijoyomukti melalui stasiun radio AURI yang terdapat di Terban Taman Yogyakarta. Bunyi pesan tersebut adalah :
"Pemerintah Republik Indonesia Di Yogya Dikepung Musuh Dan Tidak Dapat Melakukan Tugas Kewajibannya (Koma) Tetapi Persiapan Telah Diadakan Untuk Meneruskan Pemerintah Republik Indonesia Di Sumatera (Ttk) Apapun Yang Terjadi Dengan Orang-Orang Pemerintah Yang Ada Di Yogyakarta (Koma) Perjuangan Diteruskan (Ttk Hbs)".
Selesai pengiriman berita itu, stasiun radio AURI di Terban Taman dihancurkan oleh Boediardjo guna melindungi para pejuang dar serbuan Belanda. Para pejuang itu kemudian pergi keluar kota untuk menghimpun kekuatan dan bergerilya melanjutkan perjuangan. Di desa Dekso, Kulonprogo, tempat para pejabat militer berkumpul untuk melakukan koordinasi, didirikan Markas Besar Komando Djawa dikenal dengan sebutan MBKD dan dipimpin oleh Nasution. Sedangkan di Sumatera berdiri Markas Besar Komando Sumatera (MBKS) di bawah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dipimpin Mr. Syafruddin Prawiranegara.
Setelah bergabung dalam MBKD, Opsir Udara III Boediardjo yang masih menjabat sebagai Kepala Perhubungan AURI berusaha meyakinkan Pimpinan MBKD bahwa ia dapat melakukan hubungan komunikasi dengan Markas Besar Komando Sumatera dan markas komando lainnya. Pada waktu itu, AURI masih memiliki sekitar 39 stasiun radio yang tersebar di berbagai tempat.
Pada awal Januari 1949, Boediardjo bersama anak buahnya, Basir, Surya, Sersan Udara Soeroso, masing-masing Komandan dan Kepala Bagian PHB Lapangan Terbang Gading mendirikan sebuah stasiun radio rahasia di Desa Banaran, Kecamatan Playen. Radio pemancar yang digunakan adalah tipe People Cooperation (PC-2).
Peralatan Stasiun Radio AURI PC 2 Playen, dengan callsign PC-2, diletakkan di dapur rumah keluarga petani milik almarhum Prawirosoetomo. Pembangkit listrik disembunyikan di tungku tanah dan ditutupi kayubakar. Sedangkan antenanya direntangkan pada dua batang pohon kelapa, dipasang hanya pada malam hari untuk melakukan siaran. Sedangkan pada pagi hari perlengkapan tersebut disembunyikan agar tidak diketahui Belanda. Kekompakan dan dukungan penduduk setempat turut membantu dalam melaksanakan tugas penyiaran dan merahasiakan keberadaan Stasiun Radio AURI PC 2 Playen, terutama keluarga istri Pawirosoetomo dan kedua anaknya yang selalu membantu para pejuang dalam melaksanakan tugas. Kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan pertukaran informasi tentang kegiatan-kegiatan para pejuang di Jawa maupun di Sumatera serta menyiarkan keberhasilan perjuangan ke luar negeri.
Salah satu prestasi Stasiun Radio AURI PC 2 Playen adalah keberhasilannya menyiarkan berita tentang Serangan Umum 1 Maret 1949. Siaran berita itu dilaksanakan pada pukul 02.00 WIB tanggal 2 Maret 1949 ke seluruh jaringan radio AURI bahkan sampai ke PBB. Berita tersebut dikirimkan oleh Sersan Basukihardjo, seorang operator stasiun PHB AURI PC-2 Playen, dan diterima oleh Sersan Udara Kusnadi operator radio Bidar Alam.
Keesokan harinya, tepatnya 3 Maret 1949, berita tersebut dilaporkan oleh Opsir Udara III Dick Tamimi dan Unsur Said kepada Ketua PDRI Mr. Sjafruddin Prawiranegara. Berita tersebut segera dikirim ke stasiun-stasiun radio "NBM" Tangse, "ZZ" Kototinggi. Melalui radio "NBM" Tangse berita dikirim kestasiun radio "SMN"di Rangoon kemudian dilanjutkan ke New Delhi dan perwakilan RI di PBB di Washington, Amerika. Pejabat perwakilan RI di PBB membeberkan berita itu di depan siding Dewan Keamanan PBB padatanggal 7 Maret 1949,sehingga membuka mata dunia terhadap keberadaan perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan.
Pawirosetomo, kemudian mewakafkan tanah pekarangan beserta rumah joglonya untuk dijadikan Monumen Radio PHB AURI PC-2 Playen yang diresmikan pada tanggal 10 Juli 1984 oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Riwayat Penanganan
Pada tahun 1984 dilakukan perbaikan konstruksi atap dan pada tahun 1987 dinding kayu diganti dengan pasangan batako berplester tanpa tulangan.
Pad atahun 1987, dinding kayu dan dinding anyaman bambu dipasang lebih tinggi, yakni di atas pasangan batako berplester dengan maksud untuk menghindari rayap. Selanjutnya pada Tahun 2014 Bangunan rumah beserta Monumen diperbaiki lagi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jogyakarta.
Stasiun Radio AURI PC 2 Playen terletak di Desa Banaran, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, kurang lebih 37 km arah selatan kota Yogyakarta. Monumen Stasiun Radio AURI PC 2 Playen dibangun pada tahun 1982 oleh Yayasan 19 Desember 1948 dan diresmikan pada tanggal 10 Juli 1984 oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Stasiun Radio AURI PC 2 Playen berada satu area dengan bangunan TK Negeri 1 Maret Playen. Kedua bangunan tersebut berdiri di atas tanah milik Pawirosetomo, warga Desa Playen, yang menghibahkan rumah dan tanah untuk Monumen markas stasiun PHB AURI serta bangunan sekolah. Area ini cukup representatif sebagai area sekolah dan rekreasi.
Stasiun Radio AURI PC 2 menghadap ke arah selatan. Terdiri atas dua buah bangunan, yakni bangunan beratap limasan,kampung, serta sebuah tugu monumen. Adapun deskripsi dari bangunan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bangunan berbentuk limasan
Bangunan berbentuk limasan mengahadap ke selatan, dengan model atap berbentuk limasan lawakan. Bangunan limasan lawakan adalah bentuk bangunan limasan pokok yang ditambah dengan bangunan emper (serambi). Kata limasan tersebut diambil dari kata lima – lasan, yaitu perhitungan sederhana penggunaan ukuran-ukuran: molo 3 m dan blandar 5 m. Apabila molo berukuran panjang 10 m maka blandar harus sepanjang 15 m (Dakung, 1982).
Bangunan limasan di Stasiun Radio AURI PC 2 ini berukuran 7,80 m x 12,45 m. Penutup atapbangunan berupa genteng pres dari tanah liat. Atap emper (teras) depan disangga oleh enam buah tiang kayu yang berukuran 10 cm x 6 cm dengan jarak antar tiang 279 cm. Tiang-tiang tersebut dipasang di atas umpak dari beton.Lantai emper berupa susunan batu andesit berbentuk bujur sangkar berukuran 25 cm x 25 cm. Pada tahun 1984, dilakukan perubahan lantai bangunan dengan ubin.
Bangunan limasan terbuat dari kayu serta pasangan batako berplester. Pada dinding selatan terdapat tiga buah pintu dengan sistem bukaan ke dalam. Tiga buah pintu masuk tersebut masing-masing terdiri atas dua daun pintu. Pintu barat berukuran 246 cm x 186 cm, pintu tengah berukuran 226 cm x 186 cm, dan pintu timur berukuran 245 cm x 191 cm.
Dinding bangunan sisi selatan ini merupakan perpaduan antara dinding kayu yang dipasang dengan sistem knock down serta pasangan batako berplester. Kemungkinan besar dinding bangunan tersebut asli dan terbuat dari susunan kayu yang dipasang dengan sistem knock down.
Dinding kayu sisi selatan dipasang di atas pasangan batako berplester setinggi 20 cm. Adapun dinding dari pasangan batako berplester berada di sisi timur dan barat pintu masuk yang dibuat tanpa diperkuat dengan tulangan sehingga sangat membahayakan karena dinding tersebut sudah miring ke arah selatan. Sedangkan dinding barat, utara, dan timur berupa pasangan batako berplester.
Atap bangunan limasan disangga oleh delapan tiang kayu yang masing-masing berukuran 12 cm x 12 cm. Tiang-tiang (saka) tersebut berdiri di atas umpak dari beton. Seperti rumah tradisional Jawa pada umumnya, bangunan ini tidak mempunyai plafon.
Lantai ruangan ditutup dengan ubin warna abu-abu berukuran 20 cm x 20 cm. Namun, seperti halnya lantai emper, lantai ruangan ini juga merupakan penambahan baru karena lantai yang asli berupa tanah. Bangunan ini terbagi menjadi dua ruangan yang disekat menggunakan dinding kayu. Ruangan barat digunakan sebagai ruang pameran. Di dinding ruangan terpasang beberapa foto yang berkaitan dengan sejarah museum radio tersebut. Ruangan sisi timur digunakan untuk tempat penyimpangan beras (grobogan) yang terbuat dari kayu. Penyimpanan beras digunakan untuk menyamarkan bangunan tersebut sebagai stasiun radio.
2. Bangunan berbentuk kampung
Bangunan ini berada di timur bangunan limasan, menghadap ke arah utara. Bangunan ini memiliki ukuran 6,30 m x 7,75 dengan atap berbentuk kampung. Bangunan kampung adalah bangunan tradisional Jawa yang bangunan pokoknya ditopang oleh tiang-tiang yang berjumlah 4, 6, atau 8. Di bagian atap bangunan kampung terdapat pada kedua belah sisinya dengan satu bubungan atau wuwungan (Dakung, 1982).
Rangka atap bangunan ini disangga oleh empat buah tiang yang berukuran 10 cm x 10 cm. Tiang-tiang tersebut berdiri di atas umpak beton dengan tinggi bangunan 218 cm. Lantai bangunan menggunakan ubin berukuran 20 cm x 20 cmberwarna abu-abu. Kemungkinan besar ubin ini merupakan penambahan baru seperti halnya lantai di bangunan limasan. Dinding bangunan sisi utara, timur, dan selatan menggunakan anyaman bambu, sedangkan dinding barat berupa pasangan batako berplester yang menjadi satu dengan dinding bangunan limasan.
Rangka bangunan menggunakan kayu dan bambu. Penutup atap bangunan menggunakan genteng pres dari tanah liat. Pintu masuk berada di dinding utara berukuran 235 cm x 195 cm. Pada awalnya, di dalam bangunan ini terdapat dua buah pintu, yakni di utara dan selatan. Bangunan tersebut digunakan sebagai kandang sapi serta untuk menyimpan peralatan siaran radio. Semula, bangunan yang dulu merupakan tempat penyimpanan peralatan radio itu difungsikan sebagai dapur untuk melayani keperluan guru TK Negeri 1 Maret Playen serta penjaga museum namun saat ini telah dikosongkan.
Referensi http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id