Permainan Dhoktri




Kata “Dhoktri” berasal dari kata “dhatri”. “Dhatri” ialah singkatan dari kata “legenda” dan “utri” yang artinya ialah nama makanan yang dibuat dari bahan beras, demikian pula utri juga nama makanan yang terbuat dari bahan beras, sebangsa nagasari. Perkiraan ini mengingat bahwa kata-kata yang ada dala nyanyian itu juga menyebut nama-nama makanan.

Tetapi kata “dhoktri” dapat pula berasal dari singkatan kata “kodhok”dan “utri”. Kodhok berarti katak, mengingat bahwa dalam kata-kata lagunya juga terdapat kata “kodhok”. Sedang “utri”tetaplah nama sebuah makanan.

Disamping kata “dhoktri” sering pula permainan ini dinamai “gotri”. Mungkin kata gotri adalah perubahan dari kata “dhoktri”. Sedang arti gotri yang umum adalah mimis kecil.

Permainan ini dapat dilakukan sewaktu-waktu, baik pagi, siang, maupun sore hari, asal anak-anak ingin bermain. Pokoknya sewaktu-waktu anak-anak bersempatan untuk bermain. Selain itu, permainan ini bisa dijadikan sarana sosialisasi bagi anak sejak berumur 7-8 tahun, karena permainan ini sangat sederhana dan tidak memerlukan banyak peraturan. Jadi permainan ini tidak ada sangkut pautnya dengan suatu peristiwa adat atau upacara tertentu.

Pemainan ini merupakan permainan yang cukup tua umurnya, lebih dari 100 tahun. Sejak kapan dan dari mana asal mulanya, orang tidak mengetahui dengan pasti. Sedang perkembangannya tersebar luas pada masyarakat Jawa, karena itu di seluruh pelosok wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta  mendapati permainan ini. Hanya kata-kata serta arena permainannya ada yang sedikit berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.

Permainan ini dapat dilakukan oleh 3 sampai 8 orang anak. Sesungguhnya dilakukan oleh 2 orang anakan pun juga bisa, tetapi jalannya permainan kurang meriah. Sedang apabila lebih dari 8 anak juga bisa, tetapi terlalu banyak. Karenanya apabila lebih dari 8 anak yang ingin bermain, lebih baik dijadikan 2 kelompok.

A. Peralatan Permainan

Permainan ini hanya memerlukan alat bermain yang sangat mudah didapat, karena hanya berupa pecahan tembikar atau batu sebanyak jumlah peserta dikurangi satu dan sebuah batu yang agak besar dari yang lain yang akan berperan sebagai “kodhok” (katak)-nya.

Selain itu juga memerlukan tempat bermain berupa segi empat atau bulat dengan ukuran garis sisi atau garis tengah sepanjang 40 sampai 100 cm, yang kemudian terbagi sejumlah peserta. Selain itu juga diperlukan halaman yang sedikit luas untuk tempat bersembunyi, misalnya satu halaman rumah.

B. Iringan Permainan

Permainan ini memerlukan iringan lagu yang disuarakan bersama sewaktu permainan ini dilakukan. Tanpa memerlukan iringan instrumen. Adapun kata-kata lagunya seperti dibawah ini.

Dhoktri legendha nagasari, ri,
riwul owal-awul jenang katul, tul,
tolen alen-alen jadah manten, ten,
titenono besok gedhe dadi apa, pa,
podheng bako enak bako sedheng, dheng,
dhengkok eyak-eyok kaya kodhok.

Artinya :

Dhoktri Legendha (nama makanan) nagasari (nama makanan), ri,
Riwul owal-awul (gambaran barang tidak teratur) bubur dari katul, tul,
Tolen alen-alen (nama makanan) jadah manten (nama makanan), ten,
Titenana besok gedhe dadi apa, perhatikan besok kalau besar jadi apa, pa
Podheng (nama makanan) tembakau enak dan tembakau sedang, dheng (pengulangan suara (dheng)
Dhengkok eyak-eyok kaya kodhok (bergerak ke kiri dan ke kanan bagai katak)

C. Jalannya Permainan

  1. Persiapan
    Setalah anak-anak yang ingin bermain berkumpul, mereka lau menyiapkan tempat bermain, dapat berupa bulatan atau persegi yang terbagi-bagi menurut jumlah pesertanya. Lalu mereka mencari pecahan tembikar sebanyak peserta dikurangi satu, dan sebuah batu yang agak lebih besar sebagai kodhok (katak).
  2. Peraturan Permainan
    a. Barang siapa yang ketempatan khodok, itulah yang kalah.
    b. Yang kalah berkewajiban menyusun pecahan tembikar milik para peserta dengan batu kodhok diatasnya, sedang yang lainnya bersembunyi,
    c. Pada dewasa ini, bagi yang ketempatan kodhok ada pula yang diwajibkan menyanyi, sebagai hukumannya.
    d. Sehabis menyusun, yang kalah berkewajiban mencari peserta yang lain, yang telah bersembunyi sewaktu yang kalah menyusun pecahan tembikar.
    e. Bila yang bersembunyi telah ketemu semuanya, atau yang telah menyanyi, permainannya dimulai kembali.
  3. Tahapan permainan
    a. Tahap pertama
    Masing-masing peserta misalnya ABCDF duduk mengitari tempat permaianan (bulatan terbagi 6 bidang) dan masing-masing peserta memegangi pecahan tembikar pada masing-masing bidang. Satu di antaranya memegangi batu besar yang berfungsi sebagai kodhok.

    b. Tahap kedua
    Begitu para peserta menyanyikan lagu Dhoktri, begitu pula para peserta menggerakkan pecahan tembikar serta batu yang agak besar ke ruangan sebelah kanannya dan berputar seterusnya. Jadi jalannya seperti permainan Gulunganthi. Bila nyayian itu berakhir pada katak “Kodhok”, maka berhenti pula pecahan tembikar serta batu sebagai kodhok yang digerakkan berputar itu.

    c. Tahap ketiga
    Diruangan siapa tempat berhentinya batu khodok itu, maka pemilik ruangan itu pulalah yang jadi. Misalnya pada ruang milik C, maka ABDEF segera meninggalkan tempat bermain dan bersembunyi pada batas arena permainan yang telah ditentukan. C tyang kalah tadi berkewajiban menyusun atau menumpuk pecahan tembikar para peserta beserta batu khodok pada bagian yang paling atas. Setelah selesai menyusun C segera mencari peserta-peserta yang bersembunyi.

    d. Konsekuensi kalah menang

    Dalam permainan ini bagi yang kalah, sebagai hukumannya iakah harus menyusun batu-batu gacuk dan kemudian mencari yang bersembunyi samapai menemukannya.

    Ada pula sebagai hukumannya bagi yang kalah, ialah harus menyanyi suatu nyayian yang ditentukan peserta uang menang.

    Bagi yang menang ia berkewajiban bersembunyi serapi mungkin agar sukar ditemukan. Atau bila hukumannya berupa menyanyi, ia berkewajiban menentukan judul apa yang harus dinyanyikan oleh yang kalah.

Dhoktri (Slendro pathet Sanga)

Sumber : Buku Permainan Anak-anak Daerah Istimewa Yogyakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah 1981/1982





img

Jogja Belajar Budaya

JB Budaya adalah salah satu layanan unggulan Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan DIY yang terintegrasi dengan jogjabelajar.org. JB Budaya merupakan media pembelajaran berbasis website yang mempelajari tentang budaya-budaya di Yogyakarta.




Artikel Terkait

Artikel yang juga anda sukai

Tembang Sinom

Tembang Sinom  tembang yang menggambarkan keadaan manusia dari masa kanak-kanak hingga remaja yang penuh dengan harapan dan angan-angan.

Aturan persajakan:

  1. Guru gatra : jumlah kalimat tiap....

    Baca Selengkapnya