Upacara Garebeg atau Grebeg di Kraton Yogyakarta




Upacara Garebeg di Kasultanan Yogyakarta dimulai sejak pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana I. Upacara Garebeg melibatkan orang banyak, bahkan dulunya juga melibatkan pembesar kolonial. Dalam Upacara Garebeg ini Sri Sultan Hamengku Buwana I mengeluarkan gunungan sebagai kurban atau sedekah

Upacara Garebeg yang diselenggarakan tiga kali setiap tahunnya sebagai suatu upacara kerajaan yang bersifat keagamaan. yaitu Garebeg Mulud untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW (12 Rabiulawal), kedua Garebeg Pasa atau Syawal (1 Syawal), dan ketiga Garebeg Besar (10 Zulhijah).

Bagi keraton, Upacara Garebeg mempunyai tiga arti penting yaitu religius, historis dan kultural. Memiliki arti religius sebab penyelenggaraan Upacara Garebeg berkenaan dengan kewajiban Sultan untuk menyebarkan dan melindungi agama Islam. Hal ini sesuai dengan kedudukan dan perananannya sebagai  Sayidin Panatagama Kalifatullah. Memiliki arti historis, berkaitan dengan keabsahan Sultan dan kerajaannya sebagai ahli waris sah dari Panembahan Senopati dan Kerajaan Mataram Islam. Kemudian memiliki arti kultural karena penyelenggaraan upacara ini menyangkut kedudukan Sultan sebagai pemimpin suku bangsa Jawa yang mewarisi kebudayaan para leluhur yang diwarisi oleh kepercayaan lama (B. Soelarta, 1979: 22 dan 26).

Sejak pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana I sampai dengan masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana X terjadi banyak perubahan dalam tatacara penyelenggaraan Garebeg. Pada masa sebelum penjajahan Jepang jumlah hajad dalem gunungan yang dikeluarkan keraton jumlahnya lebih banyak dibandingkan sekarang.

  • Gunungan kakung 10 buah
  • Gunungan estri 4 buah
  • Gunungan dharat 4 buah
  • Gunungan pawuhan 4 buah
  • Gunungan gepak 4 buah

Untuk Upacara Garebeg Mulud Dal masih ditambah satu jenis gunungan lagi yaitu gunungan Brama atau gunungan kutug. Pada Garebeg Syawal gunungan kakung berjumlah 12 buah, tanpa menyertakan gunungan putri, gunungan pawuhan, gunungan dharat, gunungan gepak.

Sejak masa pendudukan Jepang hingga sekarang jumlah hajad dalem gunungan dikurangi, tetapi jenisnya masih tetap. Pada upacara Garebeg tiap jenis gunungan cukup diwakili dengan satu gunungan. Hal ini dikarenakan satu gunungan untuk tiap-tiap jenis dianggap sudah cukup memenuhi persyaratan dan tidak mengurangi bobot serta martabat dari penyelenggaraan upacara tradisional. Maka jumlah tiap-tiap jenis disederhanakan menjadi:

  • Gunungan kakung 1 buah
  • Gunungan estri 1 buah
  • Gunungan dharat 1 buah
  • Gunungan pawuhan 1 buah
  • Gunungan gepak 1 buah

Untuk Garebeg Mulud Dal tetap ditambah gunungan Brama. Kecuali itu masih ditambah gunungan picisan, songgon, tenggok angkring sebagai pengikut (pandherek) (S. Tejowarsito, BA dan Ny. J.C.M. Gresah Suryamataram, 1981: 14).

1. Garebeg Mulud

Garebeg Mulud diperingati setiap tahun pada tanggal 12 Rabiulawal atau bulan Mulud. Garebeg Mulud diselenggarakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Muludan merupakan tradisi yang baru muncul setelah agama Islam berkembang di luar Jazirah Arab.

Rangkaian Upacara Garebeg Mulud adalah pertama, wilujengan atau selamatan, kedua pembuatan gunungan, ketiga numplak wajik, keempat kirab/gladhi resik prajurit, kelima pelaksanaan Garebeg Mulud, keenam Sekaten.

  1. Wilujengan
    Sesuai dengan namanya acara ini bertujuan untuk memohon keselamatan atau ketentraman dengan memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan sebelumnya didahului dengan acara makan yang terdiri dari beragam makanan khusus, yakni:- Sega gurih lengkap dengan lauk pauknya, melambangkan keselamatan dan kesejahteraan Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya dan para sahabatnya, dan bagi penyelenggara kalau ada kesalahan dapat dimaafkan.
    - Ketan, mengandung makna pengiriman doa kepada arwah leluhurnya agar selalu dekat dengan tuhan dan diampuni segala dosanya. Sebab ketan itu berasal dari basa Arab khatha-an  artinya kesalahan.
    Kolak, makanan ini mengandung makna menolak segala perbuatan buruk agar senantiasa dekat dengan Tuhan Yang Maha esa. Kolak itu diambil dari kata qola yang artinya mengatakan atau mengucapkan.
    - Apem, melambangkan permohonan ampun arwah leluhur yang sudah meninggal supaya diterima disisi-Nya. Kata apem diambil dari bahasa Arab afwun artinya permintaan maaf atau ampunan.
    Jika disimpulkan makna dari keempat makanan dalam wilujengan tersebut di atas yaitu “jika ingin memperoleh keselamatan dan kedamaian dalam hidup, orang harus berbuat baik, jika ia bersalah segera memohon maaf dan ampun”.

  2. Pembuatan gunungan

    Gunungan dalam upacara garebeg adalah susunan dari berbagai jenis makanan dan sayuran yang disusun serta diatur sedemikian rupa pada kerangkanya, sehingga membentuk suatu perwujudan yang menyerupai bentuk gunung.

    Pembuatan jenis makanan untuk gunungan dilakukan jauh sebelum acara dilangsungkan, sekitar satu bulan sebelumnya. Adapun tempatnya yaitu di Pawon Ageng Keraton Yogyakarta, yaitu Pawon Wetan disebut sakulanggen dan Pawon Kulon disebut gebulen.

    1). Gunungan kakung

    Bentuk gunungan ini berupa kerucut atau tumpeng. Bagian atas memiliki diameter yang lebih kecil dibandingakan dengan bagian bawah. Bentuk gunungan seperti ini melambangkan semangat bersatunya antara raja dengan rakyatnya atau manunggaling kawula gusti. Kecuali itu gunungan kakung juga melambangkan seorang laki-laki sejati (ksatria utama). Seorang ksatria utama merupakan figure manusia yang ideal bagi orang Jawa. Gunungan kakung juga melambangkan dunia beserta isinya yang terdisi atas unsur-unsur bumi, udara, api, tumbuh-tumbuhan, manusia dan berbagai mahluk hidup lainnya (B. Soelarto, 1970: 43).

    Materi atau unsur-unsur gunungan kakung adalah sebagai berikut:
    - Kerangka
    kerangka terbuat dari besi dengan pilar-pilar yang jaraknya agak jarang. Ini dipergunakan untuk menancapkan tangkai mustaka gunungan.
    Mustaka
    Mustaka gunungan terdiri atas:
    lima buah
    Badheran merupakan tiruan dari ikan badher. Jenis ikan badher ditiru sebab merupakan makhluk hidup di air dan halal untuk dimakan meskipun sudah mati. Lima badheran melambangkan rukun Islam. Pemilihan bentuk ikan badher juga menpunyai arti tersendiri. Ikan badher merupakan ikan yang berbentuk simetris, dengan dua ekornya yang seimbang. Bentuk ikan badher yang simetris ini melambangkan keadaan yang seimbang dalam hubungan sosial. Kemudian sirip ekor melambangkan orientasi kehidupan manusia yang harus seimbang antara kehidupan dunia dan akherat. Pada badheran dikalungi untaian bunga mawar, melathi, kanthil. 

    140 bendul yang disusun menjadi tujuh sap melingkar dan semakin ke bawah makin besar, dengan cara mengikat tangkainya pada tangkai mustaka. Bendul melambangkan suatu “buah” karena bentuknya seperti jambu biji. Buah di sini dimaksudkan sebagai buah pikiran. Bendul melambangkan rangkaian cetusan dari pikiran-pikiran yang sudah melekat dan sudah menjadi identitas seseorang. Perlu diketahui bahwa dalam membuat bendul didahului dengan selamatan. Bendul dibuat empat hari sebelum upacara Garebeg Mulud. Adapun rangkaian selamatan itu berupa:
    > Sega megana melambangkan harapan semoga apa yang dicita-citakan dapat menjadi kenyataan.
    > Satu buah kelapa melambangkan pertumbuhan anak yang semakin sempurna dan juga melambangkan ketahan fisik.
    > Pisang raja sesisir melambangkan kemuliaan seorang raja.
    > Menyan adalah wangi-wangian sebagai sarana orang mengucapkan permintaan berupa doa
    > Sajen buwangan mengandung makna membuang sial

    Sangsangan

    Setelah pilar-pilar kecil pada kerangka gunungan tertutup, lalu dihias dengan sangsangan (kalung). Sangsangan ini biduat dari telur rebus yang dironce dengan tampar kecil. Adapun jumlah telur yang diperlukan lebih kurang 20 butir. Sansangan ini dikalungkan di bawah susunan bendul.

    Sangsangan melambangkan suatu bentuk melingkar yang menunjukkan sesuatu yang tiada akhirnya. Sesuatu yang tiada akhirnya itu adalah kelanggengan. Agar kelanggengan itu tetap utuh maka lingkaran tidak boleh putus.

    Telur yang digunakan sebagai sangsangan melambangkan bundhelan ilmu pengetahuan dan pikiran. Sangsangan ini erat kaitannya dengan bendul yang ada di atasnya. Apabila bendul merupakan pikiran yang dimiliki pada saat puncak dari prestasi manusia atau puncak dari perkembangan kedewasaan, sedangkan sangsangan merupakan buah pikiran yang dimiliki pada masa menjelang tingkat kedewasaan berpikir.

    Tangkilan kacang

    Kacang panjang yang telah dironce pada sujen dengan dua lombok merah, hijau, dan kucu itu ditancap-tancapkan pada kertas yang menutup kerangka gunungan. Pekerjaan menancap-nancapkan sujen kacang pada kerangka gunungan disebut muncak kacang.

    Kacang panjang (kacang gleyor) melambangkan bahwa orang hidup di dunia ini penuh dengan tantangan. Warna hijau kacang panjang melambangkan kesuburan. Oleh karena itu kacang panjang dihubungkan dengan kesuburan yang menuju pada kehidupan masyarakat yang makmur.

    Lombok menggambarkan sesuatu yang pedas dan dianalogikan sebagai kehidupan yang penuh dengan kritikan. Kritik ini menjadi perangsang bagi manusia untuk berusaha menghindarkan diri dari perbuatan jahat. Lombok merah mewakili kritik-kritik yang mendatangkan kesengsaraan bagi seseorang. Rasa pedas yang dimiliki lombok merah menunjukkan bahwa sesuatu itu ada rasanya. Pandangan semacam ini menunjukkan kehidupan banyak tantangan dan kesengsaraan atau dengan kata lain kehidupan penuh dengan suka dan duka.

    Lombok pada gunungan berfungsi memberikan warna sehingga gunungan kelihatan menarik dan hidup. Lombok merah juga melambangkan sifat berani.

    Kucu
    Kucu merupakan hiasan pada gunungan kakung. Kucu ini melambangkan suatu kekayaan atau harta benda. Orang yang mempunyai harta hidupnya akan tentram. Dengan harta yang cukup derajat manusia akan terangkat. Kekayaan harus diperoleh dengan kerja keras.
    Perlu diketahui bahwa memuncak kacang tidak dikerjakan begitu saja menurut kehendak yang memasang, tetapi harus didahului dengan selamatan. Selamatan memuncak kacang itu berupa:
    Nasi ambengan dengan lauk-pauknya melambangkan keberuntungan dan mengandung makna agar yang menyajikan mendapat rezeki.
    Tumpeng asrep-asrepan melambangkan penghuni keraton dan sekitarnya senantiasa tenang dan sejuk (asrep),
    Jajan pasar melambangkan agar rakyat Yogyakarta hidupnya senantiasa berhasil.
    > Pisang raja sesisir melambangkan kemuliaan seorang raja.
    Kembang telon yaitu bunga yang terdiri dari tiga jenis; melati, kenanga, dan mawar. Kembang telon melambangkan kehidupan manusia, berkenaan dengan sifat hidup dan kodrat manusia yang serba tiga. Sifat hidup manusia itu ada tiga yaitu hidup, yang menghidupi, dan yang membuat hidup. Adapun kodrat manusia terdiri dari tiga yaitu lahir, berkembang biak dan mati.
    Sekar konyoh melambangkan perlengkapan make-up seorang wanita supaya dapat dipergunakan untuk berdandan (menghias diri).
    Arta tindhih wajib sebanyak Rp 100,- 
    Semua selamatan beserta tangkilan kacang dan perlengkapannya dibawa ke Magangan dengan jodhang.

    Dhengul

    Dhengul merupakan hiasan gunungan yang dibuat dari telur rebus jumlahnya tiga buah, diberi tangkai dengan sujen kecil dan. Dhengul berarti “menonjol” (mempunyai kelebihan).

    Pelokan 

    Pelokan juga terbuat dari telur, tetapi diceplok dan digoreng seperti membuat telur dadar. Bentuknya bulat pipih seperti kue apem kecil. Setiap satu butir telur dibuat untuk tiga buah pelokan. Pelokan ini berfungsi untuk menghias gunungan kakung. Pemasangannya diselipkan pada tali yang menahan kacang panjang. Pelokan ini berjumlah 15 dan dibuat satu hari sebelum garebeg.

    Pelok adalah biji mangga. Biji adalah sumber kehidupan. Ini melambangkan bahwa manusia tidak boleh lupa akan kekuatan yang telah menghidupinya atau yang meberikan kehidupan. Jadi pelokan ini menggambarkan hubungan antara sang pencipta dan yang diciptakan. Kecuali itu pelokan juga menggambarkan asal usul dan tujuan manusia (sangkan paraning dumadi).

    - Samir
    - 
    Jodhang sejenis tandu untuk membawa perlengkapan upacara

2. Gunungan Estri

Bentuk gunungan estri adalah gunungan dengan bagian puncak yang tidak terlalu runcing. Mirip dengan bokor atau piala dalam ukuran besar. Gunungan estri melambangkan seorang putri. Seorang putri sejati dalam mencapai tujuan hidupnya dengan berbagai godaan-godaan baru berakhir apabila yang dicita-citakan sudah tercapai. Dengan pengetahuan dan pengalaman hidup maka seorang putri sejati akan dapat melalui segala macam rintangan yang menghambat tujuan hidupnya.

Adapun gunungan estri perlengkapannya adalah sebagai berikut:

  1. Kerangka
    Kerangka gunungan terdiri atas dhumpal yaitu selembar papan tebal berbentuk lingkaran dengan garis tengah kira-kira 1 meter. Pada bagian tengah diberi lubang untuk memasang reng bambu penahan wajik.
  2. Mustaka
    Mustaka gunungan estri dibuat dari ketan yang dibentuk seperti gunungan wayang kulit, pipih dan diberi tangkai yang berupa sujen agak besar. Mustaka gunungan estri berwarna hitam melambangkan keteguhan hati seorang putri sejati.
  3. Ilat-ilatan
    Ilat-ilatan dibuat dari beras ketan dan berbentuk pipih panjang dengan tebal 1 cm, lebar 3 cm, dan panjang 3 cm. untuk gunungan estri memerlukan ilat-ilatan sebanyak 60 tangkai yang semuanya berwarna hitam. Tangkai mustaka dan tangkai ilat-ilatan diikat menjadi satu dengan poros mustaka gunungan.
    Warna hitam melambangkan keteguhan hati. Sedangkan ilat-ilatan melambangkan bahwa seorang putri sejati harus dapat menjaga lidahnya. Seorang putri sejati tidak akan membicarakan kejelekan orang lain (ngrasani) dan selalu berbicara hal-hal yang baik. Apa yang sudah diucapkan tidak boleh dicabut kembali (mencla-mencle).
  4. Sabunan
    Sabunan yaitu potongan klaras (daun pisang yang sudah kering) yang ditancapi kucu dan lima upil-upilan serta diberi sujen panjang. Dahulu sabunan dibuat dari leganda. Tangkai sabunan itu diikat pada tangkai mustaka gunungan. Adapun cara memasang sabunan  tangkainya diikat pada tangkai mustaka, dipasang melingkar satu baris, kemudian di bawahnya disusun demikian lagi sehingga jumlahnya 7 sap dan pengaaturannya dibuat semakin ke bawah semakin besar melambangkan lamanya perjuangan yang harus ditempuh oleh seorang putri dalam mencapai cita-cita. Sabunan melambangkan perhiasan seorang putri yang sederhana. Seorang putri sejati tidak perlu pamer perhiasan yang dimiliki. Orang tidak perlu memamerkan harta benda yang dimilikinya.
  5. Kucu
    Kucu adalah benda sebesar ujung jari yang dibuat dari beras ketan dan diberi sujen. Kucu merupakan hiasan pada gunungan estri yang melambangkan sumber kekayaan. Orang yang memiliki kekayaan akan dihormati oleh orang lain dan derajatnya akan naik. Demikian juga hidupnya akan bahagia dan tentram.
  6. Upil-upil
    Upil-upil dibuat dari beras ketan, dibentuk persegi kecil-kecil dan pipih engan ukuran 1,5 cm, panjang 2 cm. upil-upil melambangkan suatu kekayaan yang berupa perhiasan.
  7. Rengginang
    Rengginang dibuat dari beras ketan dan berbentuk bundar. Rengginang yang dipasang adalah berwarna putih dan di bagian tengahnya berlubang lengkap dengan kucu dan upil-upil. Rengginang melambangkan  kekayaan dunia. Bahwa dunia ini mempunyai kekayaan yang bermacam-macam.
  8. Tedheng
    Tedheng dibuat dari beras ketan brbentuk segitiga sama sisi dengan panjang masing-masing sisinya 20 cm. banyaknya 12 buah dan semuanya berwarna merah. Tedheng melambangkan perisai. Seorang putri sejati itu harus dapat menyimpan rahasia keluarganya.
  9. Eblek
    Eblek dibuat dari beras ketan berbentuk segi empat persegi panjang dengan lebar 15 cm dan panjang 20 cm serta tebal 1 cm. untuk menghias gunungan estri diperlukan 4 buah yang semuanya berwarna putih. Eblek melambangkan cambuk. Seorang putri sejati harus menjadi pendorong bagi keluarganya.
  10. Bethetan
    Bethetan dibuat dari beras ketan berbentuk seperti paruh burung bethet. Untuk mengias gunungan estri dibutuhkan 12 buah bethetan yang kesemuanya berwarna merah. Bethetan melambangkan telinga. Seorang putri harus dapat menjaga telinganya.
  11. Ole-ole
    Ole-ole merupakan rangkaian yang terdiri dari kucu dan upil-upil. Untuk menghias gunungan estri diperlukan 12 buah ole-ole. Ole-ole melambangkan sebagai cundhuk mentul. Seorang putri harus mempunyai pendirian yang kuat jangan mandheg mentul (ragu-ragu).
  12. Samir
  13. Jodhang
    Materi/ bentuk jodhangan pada gunungan estri sama dengan jodhangan pada gunungan kakung yang telah disebut di atas, hanya saja di atas jodhangan terdapat bermacam-macam buah-buahan, makanan, pala kependhem dsb.
  14. Kain bangun tulak
  15. Kulit batang pisang (debog)
  16. Dhumpal
  17. Tlapukan dibuat dari beras ketan yang berbentuk seperti bintang segi enam dengan ukuran 8 cm, tebal 1 cm. Tlapukan  melambangkan bahwa seorang putri jangan sampai terpengaruh oleh godaan yang dapat merusak keteguhan hatinya.




img

Jogja Belajar Budaya

JB Budaya adalah salah satu layanan unggulan Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan DIY yang terintegrasi dengan jogjabelajar.org. JB Budaya merupakan media pembelajaran berbasis website yang mempelajari tentang budaya-budaya di Yogyakarta.




Artikel Terkait

Artikel yang juga anda sukai