Pada tradisi Jawa masih banyak dijumpai berbagai upacara selamatan atau wilujengan, wilujengan berarti selamat. Tujuan utama dari Wilujengan adalah memohon keselamatan pada tuhan.
Upacara selamatan dilakukan bersamaan dengan peristiwa daur hidup manusia yaitu kelahiran, pernikahan, maupun kematian.
Meskipun masih dalam kandungan, upacara selamatan sudah dilakukan oleh masyarakat Jawa. Upacara adat pada wanita hamil dimulai sejak usia kehamilan 1 bulan dengan upacara adat Wilujengan atau selamatan ngebor-ebori. Upacara ini dimaksudkan agar janin dalam kandungan selamat tidak abyor atau rusak. Ada pula upacara adat janin pada usia 2 bulan, 3 bulan sampai 9 bulan. Upacara untuk ibu hamil terus dilaksanakan sampai bayi siap dilahirkan.
Rangkaian upacara adat untuk ibu hamil pada saat ini sudah banyak yang disederhanakan. Upacara yang masih sering dijumpai dimasyarakat Jawa yaitu upacara wilujengan saat janin berusia 7 bulan. Upacara ini dikenal dengan Mitoni atau Tingkepan. Kemudian lain lagi dengan Wilujengan untuk kelahiran, dimana upacara kelahiran bayi bermakna sebagai ucapan syukur kepada tuhan dan memaknai kelahiran sebagai sebuah awal kehidupan manusia yang akan diikuti dengan tugas berat orang tua selanjutnya, yaitu merawat, mengasuh, mendidik hingga dewasa dan bisa mandiri.
Wilujengan yang lain adalah upacara puputan merupakan tradisi masyarakat Jawa yang dilakukan pada seorang bayi. Upacara puputan dilakukan setelah tali pusar lepas dari perut bayi. Pusar bayi yang sudah mengering akan terlepas dengan sendirinya. Untuk mohon keselamatan bagi bayi yang telah putus sisa tali puser oleh masyarakat Jawa diadakan upacara selamatan puput puser.
Mitoni atau Tingkepan mempunyai tujuan semoga bayi bisa lahir dengan lancar dan selama. Orang yang hadir mau mendoakan dan memberi restu. Serta keinginan orang tua agar di kemudian hari sibayi bisa menjadi orang yang berguna.
Perlaksanaan upacara Wilujengan atau Mitoni terdiri dari 3 bagian: Upacara siraman, Upacara gantos busana, dan Upacara dodol dawet. Dalam upacara siraman jumlah orang yang melakukan siraman berjumlah 7 orang dan semuanya harus perempuan, air yang digunakan berasal dari 7 sumber mata air yang berbada. Peralatan yang digunakan dalam prosesi siraman ini ada 2 buah cengkir atau kelapa muda gading yang dilukis sosok wayang Janaka atau Arjuna dan Sembadra, kembang sritaman, gayung atau siwur yang terbuat dari batok kelapa yang masih ada daging buahnya, sesajen atau kenduri dan sesajen untuk siraman berupa: tumpeng rombyong, yaitu tumpeng yang dimasukkan dalam bakul nasi, yang ditancapi dengan daging sapi dan sebua telur. Telur ini ditancapkan dari ujung tumpeng sesajen lainnya berupa tumpeng pitu, jajan pasar dan kasa Bangka. Klasa Blangka adalah tikar kecil yang terbuat dari daun Mendhong.
Pelaksanaan upacara siraman pada mitoni dilakukan dihalaman depan rumah dengan dibuatkan ruang terbuka atau krobongan. Setelah para tamu datang upacara siraman dimulai dengan diawali ibu hamil dengan busana siraman kain untuk basahan dan kain mori putih, didampingi calon ayah dibawa keluar rumah untuk dimandikan.
- Mula-mula ibu hamil diguyur dengan air bunga setaman oleh dukun dan para sesepuh.
- Kemudian digosok dengan bedak kasar.
- Selanjutnya disiram kembali lalu digosok dengan bedak biasa, demikian seterusnya sampai 7 bedak yang tersedia habis.
- Selesai dimandikan, ibu hamil melakukan wudlu sambil berdoa menggunakan air dalam kendil dipecah dengan cara dijatuhkan ke tanah. Apa bila cucuk kendi yang dipecah masih utuh menandakan bayi yang akan lahir pria.
- Ibu hamil kemudian mengganti kain telesan atau kain basah dengan kain pasatan atau kain kering. Kemudian dilingkari dengan letrek di perutnya.
- Ibu dari suami wanita hamil menjatuhkan tropong ke dalam letrek sambil berujar lanang arep, wedok arep, Waton slamet, yang kemudian tropong diterima ibu dari wanita hamil.
- Selanjutnya, ibu dari suami wanita hamil menjatuhkan cengkir gading juga berujar lanang arep, wedok arep, Waton slamet. Calon ibu kemudian dilingkari janur.
- Calon bapak dengan busana lengkap kesatrian datang.
- Kemudian menghunus keris, janur dipotong. Calon bapak mundur tiga langkah kemudian lari dengan cepat. Selasai siraman dan mbukak kawah, calon ibu dibawa masuk kesenthong tengah tempat yang sudah disiapkan untuk melakukan gantos busana atau ganti baju.
- Sebelum upacara ganti busana dilakukan, terlebih dahulu dipersiapkan kain berjumlah 7 serta 1 kali semekan dari lurik tenun. Kain semekan adalah kain kemben yang dipakai menutupi dada wanita.
- Selanjutnya baju kebaya juga berjulah 7. Adapun bentuk sesajen busana yang biasa disiapkan adalah: jenang abang, jenang putih, jenang plirit, jenang palang, jenang baro-baro, jenang Kumpul, jenang procot, songgo buana, ayam Jago, tumpeng rombyong, tumpeng gundul, dan jajan pasar. Alat lainnya yang perlu disiapkan adalah kain untuk brojolan dan sebuah cobek, tempat mencuci tangan dan dua buah serbet.
Upacara ganti busana dimulai dengan pemakaian kain bergantian sampai 6 kali. Setiap kali ganti busana juru rias selalu bertanya kepada tamu undangan “sudah pantas belum?” Dan tamu undangan menjawab “belum pantas”. Ketika ganti baju sampai ketujuh, calon ibu memakai kain lurik lasem dengan atasan lurik dringin. Juru rias kembali bertanya pada tamu undangan dan jawab tamu undangan “sudah pantas”.
Upacara selanjutnya yaitu upacara dahar kembul. Calon ayah duduk bersebelahan dengan calon ibu, seperti ayam sedang mengerami telurnya. Calon ayah melayani calon ibu mengambilkan makanan yang diinginkan. Mereka kemudian makan bersama. Upacara dahar kembul ini diakhiri dengan makan jenang procot, dengan maksud agar proses kelahiran berjalan lancar.
Upacara dodol dawet merupakan rangkaian upacara terakhir pada mitoni. Upacara ini dilakukan oleh calon eyang putri dan eyang kakung. Alat yang digunakan pada proses ini adalah dawet, pecahan genting sebagai pengganti uang. Senik atau tempat uang dan payung. Acara dodol dawet dilakukan oleh eyang kakung dan eyang putri. Mereka mengenakan baju Mataram lengkap. Eyang putri menggendong tempat uang sedangkan eyang kakung memayungi eyang putri.
Tempat untuk dodol dawet berada di depan rumah atau tritisan. Para tamu membeli dawet dengan memakai uang dari pecahan genting atau kreweng yang sudah disediakan. Para pembeli dawet berkata “ngalap berkah”. Rangkaian acara mitoni diakhiri dengan ucapan terimakasih dari keluarga dan dilanjutkan dengan makan bersama.