Unggah-ungguh




A. Pengertian

Unggah-ungguh dalam kamus bahasa Jawa-Indonesia yang disusun oleh Tim Balai bahasa Provinsi DIY tahun 2021 diartikan adab berbahasa yang dibedakan dengan tingkat tutur bahasa. Secara umum unggah-ungguh diartikan sama dengan sopan santun. Dalam ilmu kebahasaan khususnya bahasa Jawa kata unggah-ungguh  diartikan sebagai tatanan tingkat tutur bahasa sesuai dengan kedudukannya dalam tata krama. Maka kata unggah-ungguh juga disebut undha usuking basa.

Orang yang menerapkan unggah-ungguh di dalam berkomunikasi maka dia tidak akan berlawanan dengan tata krama. Tata krama adalah aturan berperilaku dan bersikap dalam kehidupan sehari-hari untuk menjadi lebih menghargai dan menghormati orang lain.

Agar seseorang di dalam berkomunikasi selalu sesuai dengan unggah-ungguh, maka harus memperhatikan:

  1. Siapa yang berbicara (seseorang yang berbicara harus menyadari siapa dirinya)
  2. Siapa yang diajak berbicara.
  3. Siapa atau apa yang dibicarakan.
  4. Waktu ketika berbicara
  5. Tempat ketika berbicara
  6. Suasana ketika berbicara

B. Unggah-ungguhing basa Jawa atau Tingkat Tutur Bahasa Jawa.

Tingkat tutur bahasa Jawa mempunyai fungsi untuk mengungkapkan gagasan, dan berkomunikasi dengan orang lain secara santun dan menghormati mitra tuturnya. Secara tradisional bahasa Jawa memiliki tingkat tutur untuk menggambarkan perilaku komunikasi para pelibat tuturnya. Tingkat tutur bahasa Jawa secara tradisional dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu:

Di bawah ini akan dibahas tingkat tutur bahasa Jawa tersebut secara rinci.

  1. Basa Ngoko
    Basa Ngoko di dalam tingkat tutur bahasa Jawa adalah tingkatan yang pertama. Basa ngoko dibagi menjadi dua, yaitu ngoko lugu dan ngoko andhap.
    a. Ngoko lugu.
    Basa ngoko lugu digunakan oleh:
    1. seseorang kepada sesamanya yang hubungannya sudah sangat akrab.
    2. seseorang kepada orang yang lebih muda atau bawahannya.
    3. seseorang ketika menggerutu atau berbicara pada diri sendiri.
    4. anak-anak yang sedang latihan berbicara
    5. orang asing yang masih dalam bejar berbicara dengan bahasa Jawa.

    Basa Ngoko Lugu menggunakan kata-kata ngoko, tanpa kata krama atau krama inggil.
    Contohnya:
    Dialog antara Hastha dan Sapta.


    b. Ngoko andhap
    1. Antya basa
    Yang menggunakan tingkat tutur ini adalah :
    a. seseorang kepada sesamanya yang kedua belah pihak masih sama-sama neghormati.
    b. seseorang kepada orang yang lebih muda tetapi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi.
    Basa ngoko andhap antya basa menggunakan kata-kata ngoko yang disisipi kata-kata krama inggil. Contohnya:


    2. Basa antya
    Yang menggunakan tingkat tutur basa antya sama dengan yang menggunakan antya basa. Perbedaannya adalah kalau pada Antya basa kata-kata yang digunakan adalah kata-kata ngoko yang disisipi dengan kata-kata krama inggil, sedangkan  basa antya kata-kata yang digunakan adalah kata-kata ngoko, krama dan krama inggil. Contohnya:
  2. Basa Madya
    Basa Madya dalam undha usuking basa merupakan tingkat tutur yang kedua. Basa madya ciri-cirinya yang mudah adalah adanya kata penggalan/dipenggal (kata yang diucapkan dengan tidak lengkap), contohnya: kata punapa diucapkan napa, kata dhateng diucapka teng, kata sampun diucapkan pun, dan masih banyak lagi. Ciri yang lain adalah penggunaan kata ganti aku menjadi kula, kowe menjadi ndika, samang, dan sampeyan. (Nurhayati: 2009: 86).

    a. madya ngoko
    Yang menggunakan basa madya ngoko adalah:
    • sesama penjual yang belum paham pada unggah-ungguh.
    • seseorang kepada orang lain yang lebih rendah kedudukannya.

    Basa madya ngoko menggunakan kata-kata madya dan kata-kata ngoko, contohnya:
    Penjual  : ”Ndika napa gelem tuku dagangan kula?”
    Pembeli : ”Gelem mawon janji regane murah.”

    b. madyantara
    Pengguna tingkat tutur ini sama dengan pengguna madya ngoko. Basa madya ngoko menggunakan kata-kata madya, ngoko dan krama, contohnya:
    Penjual  : ”Sampeyan napa gelem tuku dagangan kula?”
    Pembeli : ”Gelem mawon janji regine murah.”

    c. madyakrama
    Pengguna basa madya krama adalah:

    • seorang istri kepada suaminyajika belum menggunakan basa ngoko.
    • sesama pedagang/penjual
    • seseorang kepada bawahannya.

    Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata madya, ngoko, krama, dan krama inggil. contohnya:
    Yah keten kok saweg kondur, napa kagungan lemburan?

  3. Basa Krama
    Basa krama adalah salah satu tingkat tutur bahasa yang berguna untuk menghormati otang yang diajak berbicara. Basa krama dibagi menjadi  5, yaitu mudhakrama, kramantara, wredhakrama, krama inggil, dan krama desa.

    a. mudhakrama
    Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata krama dan kata-kata krama inggil. Penggunaan mudhakrama ini untuk berbicara kepada orang yang lebih tua, kepada orang yang baru kenal, kepada sesamanya yang kedua belah pihak masih sama-sam menghormati. Contohnya:
    A  : ”Panjenengan badhe tindak pundi?”
    B  : ”Badhe sowan pak Lurah prelu nyuwun ngampil mobil.”

    b. kramantara
    Basa kramantara ini juga disebut basa krama lugu, kata-kata yang digunakan semuanya kata-kata krama. Penggunaan basa kramantara kepada sesamanya yang dianggap lebih rendah kedudukannya atau lebih muda usianya. Contohnya:
    A  : ”Sampeyan menapa saestu dhateng Semarang?
    B  : ”Saestu benjing-enjing.”

    c. wredhakrama
    Basa wredhakrama kata-kata yang digunakan adalah kata-kata krama tetapi  jika kata itu berakhiran maka akhirannya ngoko. Penggunaan basa wredhakrama oleh orang tua kepada orang yang lebih muda. Contohnya: 
    Anggene badhe mantuk kancane sinten?

    d. krama
    inggil
    Basa krama inggil mempunyai ciiri kata-kata yang digunakan kata-kata krama dan kata-kata krama inggil. Penggunaan basa krama inggil digunakan oleh pembantu kepada majikannya yang tinggi kedudukannya. Contohnya:
    Panjenengan dalem punapa saestu tindak dhateng Semarang. Menawi kepareng abdi dalem ndherek.

    e. kramadesa
    Basa kramadesa ini bercirikan kata-kata yang digunakan krama dan krama inggil, tetapi kata-kata krama inggil yang digunakan juga diterapkan untuk dirinya sendiri. Kata-kata yang sudah dalam ragam krama dibentuk menjadi krama lagi. Penggunaan basa kramadesa ini sering digunakan oleh orang yang belum mengerti unggah-ungguhing basa. Contohnya:
    Napa panjenengan badhe tindak dhateng Kilenpragi? Kula ugi badhe tindak mrika nitih kepel.

  4. Basa Bagongan lan Basa Kedhaton.
    Kedua undha usuk basa ini khusus digunakan oleh para abdi dalem kraton. Basa kedhaton digunakan di kraton Surakarta, sedangkan basa Bagongan digunakan di kraton Yogyakarta. Basa Bagongan dan basa kedhaton menggunakan kata-kata krama dan krama inggil tetapi untuk imbuhan baik awalan maupun akhiran ngoko. Selain itu juga ada beberapa kata yang khusus digunakan dalam basa bagongan dan kedhaton, yaitu:

    Contoh basa bagongan:

    A  : “Punapi pakenira mangke badhe ndherek kirab wenten sangajenge gedhung Agung?
    B  : “Boya kanjeng, manira boya nampi dhawuh.”

  5. Basa Kasar
    Basa kasar adalah satu-satunya tingkat tutur yang tidak diajarkan secara khusus di dalam persekolahan. Tingkat tutur ini biasa digunakan oleh orang-orang yang sedang dalam keadaan marah, dan biasanya didalamnya banyak digunakan kata-kata umpatan. Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata ngoko dan kata kasar. Contohnya:
    Yen wis nyekèk gèk ndang minggata, selak nyepet-nyepeti mata.

C. Perubahan undha usuking basa dalam penggunaannya.

Paparan di atas merupakan gambaran ringkas perihal undha usuking basa Jawa beserta penggunaannya di era dulu. Pada saat ini bagi orang-orang Jawa khususnya generasi muda merasakan kesulitan untuk mempelajarinya dengan alasan kerumitan dalam memilih dan memilah kata yang digunakannya agar sesuai dengan tingkat tuturnya.  

Fakta yang ada di masyarakat pada saat ini undha usuking basa ini hanya digunakan untuk menyelaraskan  di dalam menghormati dan menghargai orang yang diajak berbicara atau yang dibicarakan. Untuk itu, dalam menyikapi hal tersebut beberapa ahli bahasa telah meringkas undha usuking basa Jawa menjadi dua tingkatan, yaitu basa ngoko dan basa krama. Pembagian undha usuk basa atau tingkat tutur yang hanya menjadi dua ini diterapkan dalam dunia pendidikan di sekolah dan di masyarakat umum. Sedangkan yang ada di dalam kraton para abdi dalem tetap menggunakan basa Bagongan atau basa Kedhaton.

hasil ringkasan undha usuking basa Jawa tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Basa Ngoko Lugu

    Dalam tingkat tutur ini kata-kata yang digunakan semua kata-kata ngoko, tidak ada kata-kata krama. Tingkat tutur ini digunakan oleh:

    1. Orang tua kepada orang yang lebih muda (anak, cucu, murid, dan semua yang lebih muda lainnya).
    2. Seseorang kepada sesamanya, teman sebaya yang sudah sangat akrab.
    3. Seorang pembesar kepada bawahannya.
    4. seseorang ketika berbicara pada diri sendiri(contohnya sedang menggerutu).

    Contohnya:
    Anjani : Pus, aku bok kokajari garapan matematika wingi kae. Aku wingi kuwi durung dhong.
    Puspa  : Ya gene kok bisa ora dhong, aja-aja wingi kowe ora nggatekake.

  2. Basa Ngoko Alus

    Ciri-ciri basa ngoko alus

    1. Kata-kata yang digunakanngoko dicampur kata-kata krama dan atau krama inggil. Penggunaan kata-kata krama adalah pada bagian badan, pakaian, atau barang dari orang yang diajak bicara atau yang dibicarakan jika orang tersebut wajib dihormati.
    2. Kata kerja yang dilakukan oleh orang yang diajak bicara atau yang dibicarakan jika orang tersebut wajib dihormati.
    3. Kataganti aku tetap tidak berubah, kata ganti kowe berubah menjadi panjenengan, sampeyan atau sliramu. Sedangkan imbuhan (awalan dan akhiran) tetap ngoko.

    Tingkat tutur ini digunakan oleh orang yang sudah akrab tetapi diantaranya masih saling menghormati, seperti teman kerja di kantor, teman sekolah, dan lain-lain.

    Contohnya
    Pak Imam     :  Pak Panjang, nuwun sewu. Panjenengan mau wis dhahar apa durung?
    Pak Panjang : Aku ta, lha yen aku ya durung mangan. Apa panjenengan arep mbayari aku jajan neng warung.

  3. Basa Krama Lugu

    Penggunaan tingkat tutur ini dilakukan oleh:

    1. Seseorang kepada teman yang belum akrab.
    2. Orang tua kepada orang yang lebih muda, tetapi yang lebih muda tersebut wajib di hormati karena kedudukan maupun keturunan.
    3. Seorang pembesar kepada bawahan yang usianya lebih tua atau wajib dihormati.

    Contohnya:
    Pembicaraan Pak Ketua RT kepada para pemudha dalam sebuah pertemuan:
    Adhik-adhik sedaya kula ing ngriki ngaturaken panuwun dhateng sampeyan sadaya dene sampun purun dugi ing pepanggihan punika.

  4. Basa Krama Alus:
    Penggunaan tingkat tutur ini digunakan oleh:
    1. Seseorang kepada orang yang belum kenal yang terliaht lebih tua atau bekedudukan tinggi.
    2. Seseorang berbicara kepada orang yang lebih tua atau wajib dihormati, dan berlaku juga ketika membicarakan orang yang lebih tua atau wajib dihormati
    3. Seorang bawahan kepada atasannya.

    Contohnya:
    Dialog antara cucu dan neneknya:
    Wisnu : Kados pundi Mbah gerahipun, sampun dhangan punapa dereng? (Krama Alus)
    Eyang  : Rasane kok durung iki. Miturut kowe kepriye Le, supayane simbah cepet mari? (Ngoko Lugu)
    Wisnu : Makaten kemawon Mbah, ing mangke simbah kula dherekaken  tindak dhateng Puskesmas,  kersanipun dipunpriksa dening Pak Dhokter. (Krama Alus)

 





img

Jogja Belajar Budaya

JB Budaya adalah salah satu layanan unggulan Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan DIY yang terintegrasi dengan jogjabelajar.org. JB Budaya merupakan media pembelajaran berbasis website yang mempelajari tentang budaya-budaya di Yogyakarta.




Artikel Terkait

Artikel yang juga anda sukai

Tembang Sinom

Tembang Sinom  tembang yang menggambarkan keadaan manusia dari masa kanak-kanak hingga remaja yang penuh dengan harapan dan angan-angan.

Aturan persajakan:

  1. Guru gatra : jumlah kalimat tiap....

    Baca Selengkapnya