Sebagai masyarakat yang berbudaya luhur, secara turun-temurun masyarakat Jawa mewariskan sikap santun dalam berkomunikasi dengan orang lain yang dikenal dengan istilah unggah-ungguh.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dalam budaya jawa terkandung tata nilai kehidupan Jawa seperti norma, keyakinan, kebiasaan, konsepsi, dan simbol-simbol yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Jawa, toleransi, kasih sayang, gotong royong, andhap asor, kemanusiaan, nilai hormat, tahu berterima kasih, dan lainnya. Pendidikan karakter yang digali dari substansi budaya jawa dapat menjadi pilar pendidikan budi pekerti bangsa salah satunya pendidikan karakter yang dimaksud disini adalah Unggah - Ungguh.
Dengan adanya unggah-ungguh berbahasa yang berupa pola-pola perilaku yang menyatu dalam kehidupan, yang sekaligus mengatur pergaulan, maka masyarakat mempunyai pedoman yang mantap mengenai perilaku yang dianjurkan dan yang diwajibkan. Dalam hal ini seseorang dapat merasa mempunyai kepastian mengenai sikap yang harus diambil.
Unggah-ungguh berbahasa merupakan penerapan berbahasa Jawa yang selaras dengan situasi dan kondisi dengan mengingat :
- Pembicara atau orang pertama (utama purusa),
- Lawan bicara atau orang kedua (madyama purusa),
- Orang yang dibicarakan atau orang ketiga (pratama purusa).
Keluarga merupakan bagian terkecil dalam masyarakat. Disinilah kefasihan dalam menggunakan sikap sikap hormat yang tepat dikembangkan pada orang Jawa sejak kecil melalui pendidikan dalam keluarga.
Keluarga merupakan pusat kemanan dan kedamaian dalam masyarakat Jawa sehingga mewujudkannya harus didukung dengan aturan yang sesuai dengan nilai-nilai adat yang berlaku di Jawa . Orangtua berperan penting dalam menerapkan sikap-sikap isin (malu) yang dapat memberi sumbangan kepada perkembangan rasa hormat kepada orang lain.
Pada saat itu anak diharapkan untuk berbahasa jawa halus dan mulai memahami tata krama lainnya.
Berikut video detail untuk menjelaskan Tata Krama dalam lingkungan Keluarga.