Berbicara tentang budaya khususnya yang ada di Yogyakarta rasanya tak akan pernah habis. Yogyakarta memiliki banyak sekali kisah dalam perjuangan berdirinya Negara Republik Indonesia dan meninggalkan begitu banyak bagunan bersejarah. Salah satu bagunan bersejarah tersebut adalah Stasiun Kereta Api Tugu Yogyakarta.
Sejarah pembangunan kereta api di wilayah Vorstenlanden diawali oleh perusahaan milik swasta Nederland Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Pada awalnya, NISM membangun jalur kereta api yang menghubungkan Semarang hingga Yogyakarta melalui Surakarta. Pembangunan jalur di wilayah ini memiliki tujuan untuk memperlancar arus distribusi hasil perkebunan yang banyak terdapat di wilayah Vorstenlanden.
Jalur ini bermula di Stasiun Tanggung Semarang dan berakhir di Stasiun Lempuyangan. Stasiun Lempuyangan kemudian dibuka dan diresmikan pada tanggal 2 Maret 1882. Sebelum Stasiun Tugu berdiri, Stasiun Lempuyangan merupakan stasiun terbesar di Yogyakarta.
Perusahaan milik pemerintah kemudian mulai muncul di wilayah Vorstenlanden. Staats Spoorwegen kemudian membangun stasiun di sebelah barat Stasiun Lempuyangan. Stasiun Tugu dibangun oleh SS dan mulai dibuka pada tahun 2 Mei 1887.
Pemerintah kolonial menguasai segala jenis hal yang berhubungan dengan kereta api hingga Maret 1942. Setelah Jepang datang, kekuasaan terhadap kereta api beralih dari tangan Belanda ke Jepang. Jepang masih menguasai kereta api hingga bulan September 1945. Republik Indonesia baru dapat menguasai kereta api pada 28 September 1945 setelah Angkatan Muda Kereta Api merebut kekuasaan perkeretaapian dari tangan Jepang. Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) kemudian dibentuk untuk mengurus segala hal mengenai kereta api di Indonesia. Stasiun Tugu otomatis sejak saat itu berada di bawah DKARI. Stasiun ini menjadi tempat awal kedatangan rombongan presiden yang hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta dengan kereta api pada 4 Januari 1946. Pemindahan kekuasaan ini terjadi lantaran kondisi Jakarta yang sudah tidak kondusif akibat kedatangan tentara Belanda yang membonceng tentara Netherlands-Indies Civil Administration (NICA).
Pemerintah kolonial Belanda memulai pembangunan jalur kereta api di Indonesia didasarkan atas pemikiran dan perhitungan yang matang antara biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan yang akan diterima dari usaha tersebut. Biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda meliputi tanah yang harus dibeli untuk dipasang rel, biaya konstruksi rel ditambah dengan jembatan dan perangkat lainnya yang dibutuhkan sepanjang jalur rel, fasilitas stasiun, fasilitas pemeliharaan lokomotif, gerbong penumpang dan barang serta ditambah personil operasional yang harus tersedia sebelum kereta api dijalankan.
Pada tahun 1852 keluarlah peraturan yang menentukan bahwa pihak swasta dapat memasukkan permohonan untuk memperoleh konsesi. Pertama kali yang memperoleh konsesi adalah Poolman tahun 1863 untuk membangun jalur Semarang - Yogyakarta. Bersamaan dengan ini, didirikanlah Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Konsesi yang diberikan kepada NISM dengan beberapa persyaratan yaitu pembangunan jaringan kereta api harus disesuaikan dengan pengarahan dari Menteri Urusan Jajahan, Fransen van de Putte yang menginginkan agar jalur rel Semarang-Solo-Yogyakarta dibangun di daerah dataran rendah untuk penghematan biaya. Persyaratan lain adalah lebar kereta api supaya disesuaikan dengan standar Eropa yakni 1.435 mm. Pembangunan jalur itu berdasarkan Gouvernement Besluit No.9 tahun 1893 tanggal 20 April 1893 untuk pengajuan konsesi selama 50 tahun.
Tanggal 17 Juni 1864 adalah saat yang sangat bersejarah bagi dunia perkeretaapian di Indonesia. Waktu itu Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J. Baron Sloet van den Beele secara resmi melakukan pencangkulan tanah sebagai tanda dimulainya pembangunan rel kereta api di Desa Kemijen Semarang. Pembangunan itu diawasi langsung oleh Ir. J.P de Bordes (pimpinan NISM). Pembangunan jalur kereta api sudah terpasang sepanjang 25 Km, yang membentang dari Semarang hingga ke Tanggung. Jalur tersebut melalui halte Alastuwo dan Brumbung. Sebagaimana harapan pihak ketiga di luar militer dan para pengelola perkebunan, jalur kereta api ini bakal dioperasikan.
Tiga tahun lebih, tepatnya tanggal 10 Agustus 1867, Jalur kereta api tersebut sudah bisa berfungsi dengan baik. Bahkan pada hari itu juga sebuah kereta api berhasil diluncurkan dari Semarang menuju Tanggung, itulah kereta api pertama di Indonesia.
Setelah jalur kereta api Semarang-Tanggung selesai, pembangunan terus dilanjutkan, meski terkendala oleh masalah pendanaan tetapi pada tanggal 10 Februari 1870 jalur kereta api ke Surakarta sudah berhasil diselesaikan. Bahkan dua tahun kemudian, tepatnya tanggal 10 Juni 1872 bentangan rel kereta api tersebut sudah mencapai Yogyakarta. Stasiun pertama yang dibangun oleh perusahaan swasta NISM di Kota Yogyakarta adalah Stasiun Lempuyangan dan dibuka pada tanggal 2 Maret 1872.
Tanggal 10 April 1869 pemerintah Hindia Belanda mendirikan Staatspoorwegen atau lebih dikenal dengan nama singkatan (SS) yang membangun jalur lintasan Batavia-Bogor. Kemudian tanggal 16 Mei April 1878, perusahaan ini membuka jalur Surabaya-Pasuruan-Malang, dan 20 Juli 1879 membuka jalur Bangil-Malang. Pembangunan terus berjalan hingga ke kota-kota besar seluruh Jawa terhubung oleh jalur kereta api.
Stasiun Tugu dibangun oleh perusahaan kereta api milik pemerintah yaitu Staatspoorwegen (SS). Stasiun Tugu pertama kali dioperasikan untuk umum tanggal 12 Mei 1887 yang melayani jalur Yogyakarta-Cilacap.
Bangunan Stasiun Kereta Api Tugu Yogyakarta merupakan stasiun pulau yang diapit oleh jalur-jalur kereta api. Terdapat terowongan bawah tanah yang menghubungkan peron utara dengan bagian stasiun selatan.
Bangunan Stasiun Kereta Api Tugu Yogyakarta terdiri dari beberapa ruang dengan satu atap. Pada bagian bangunan sebelah timur terdapat loket penjualan dan ruang informasi yang terletak di sebelah kanan dan kiri jendela.
Salah satu keunikan stasiun ini adalah letak bangunan stasiun yang diapit oleh peron dan jalur kereta api. Komposisi tersebut disebut stasiun dua sisi, yaitu komposisi yang biasanya digunakan pada stasiun antara yang cukup besar.
Fasad atau bagian depan bangunan yang sekaligus pintu masuk utama stasiun menghadap ke arah Timur atau ke arah Jalan Mangkubumi yang merupakan poros kota Yogyakarta. Selain sebagai sebagai stasiun penumpang, Stasiun Yogyakarta hingga saat ini juga masih berfungsi sebagai tempat perawatan kereta. Fasilitas tersebut terletak di bagian barat stasiun dan sedikit terpisah dari bangunan utama dan peron penumpang.
Dari bagian depan bangunan itu dapat dikenali ciri arsitektur langgam Indische Empire yang banyak dianut pada akhir abad ke 19 dan menjadi gaya arsitektur kolonial modern pada awal abad ke 20 di Hindia Belanda. Salah satu cirinya adalah susunan denah dan tampak bangunan yang simetris terkesan rapi dan sederhana. Dalam bangunan tesebut tidak terdapat bentuk-bentuk yang berlebih-lebihan yang merupakan pengaruh dari Neo Renaissance. Pengaruh awal arsitektur modern juga terlihat kuat dengan ornamentasi bergaya Art Deco, berupa komposisi garis-garis vertikal dan horizontal serta lubang-lubang dinding roster yang berguna untuk cross ventilation sebagai pemberi karakter bangunan. Pada kedua sisi terdapat bangunan terbuka dengan struktur baja beratap lebar yang memayungi area peron dan emplasemen.
Bangunan terbuka dengan struktur baja yang menaungi emplasemen menunjukkan adanya penyesuaian terhadap iklim tropis setempat. Penambahan overstek dengan atap berbentuk busur untuk melayani pertumbuhan penumpang yang semakin tinggi.
Struktur baja penopang atap besar yang menaungi peron dan bangunan utama memperlihatkan perpaduan kekokohan sekaligus keindahan dari rangkaian konstruksi teknis.
Bagian dalam bangunan stasiun mempunyai fasilitas loket, peron, ruang tunggu dan kantor pengelola. Plafon dan kolom/tiang serta balok bangunan diberi warna putih. Tiang diberi kombinasi bahan keramik warna krem pada bagian bawah untuk menghindari kotor. Bukaan/jendela mati pada bagian atas dibuat untuk memecahkan persoalan pencahayaan ruang dalam. Kombinasi kolom-kolom beton pada bangunan utama dan tiang-tiang baja pada bangunan peron memperlihatkan ketepatan pemilihan material yang sesuai fungsinya.
Peron dan ruang tunggu terletak di bagian kedua sisi utara dan selatan bangunan utama, dengan fasilitas tempat duduk yang diperbanyak sesuai lebar koridor yang ada. Bangunan utama dan peron ini dinaungi oleh struktur baja dengan penutup atap lembaran baja gelombang.
Peninggalan fisik pada stasiun Tugu terdiri atas beberapa bangunan, yaitu:
- Gudang Muat Tinggi sisi Selatan
- Bangunan Telekomunikasi
- Bangunan Rumah Sinyal
- Pusat Reservasi Tiket Kereta Api
Bangunan di sisi selatan bangunan induk stasiun ini dahulunya dimanfaatkan sebagai kantor kondektur. Saat ini bangunan telah diubah khususnya bagian selatan. Untuk bagian utara masih merupakan bangunan lama. Bangunan baru ini menghadap ke arah barat. Pada gevel sisi barat menampakkan adanya profi list sederhana. Saat ini bangunan dimanfaatkan sebagai Pusat Reservasi Tiket Kereta Api. - Bangunan Induk Stasiun
Berupa bangunan memanjang timur-barat dengan 2 peron di sisi utara dan selatan. Bangunan ini dimanfaatkan unttuk ruang kepala, ruang tunggu eksekutif, kantin, rumah makan, kantor PPKA dan wartel. Secara umum bangunan ini adalah struktur dinding tanpa atap dengan bagian atas datar (flat), secara keseluruhan bangunan dinaungi oleh struktur baja yang menyangga atap dengan tiang-tiang baja. Pada peron sisi selatan dan utara terdapat 3 jenis tiang penyangga yang berbeda. Di tiang lama stasiun Tugu terdapat inskripsi J.L. Enthoven s’Hage 1886. Bangunan induk ini keseluruhan mempunyai jendela dan pintu dalam skala besar. Sisi timur merupakan pintu masuk yang berupa entrance hall dengan fasad bangunan bergaya art deco. - Gedung Kantor Kas
Bangunan ini berada di sisi barat bangunan stasiun dan menghadap arah utara. Secara umum bangunan ini memiliki atap terjal dengan gevel di sisi utara dan selatan yang menampakkan adanya profil berupa blok-blok. Keseluruhan jendela dan pintu dengan skala besar. Pada bagian dalam kondisi relatif masih asli yaitu lantai tegel bermotif geometris warna coklat. Sampai saat ini masih tetap digunakan sebagai kantor kas. - Dipo Induk Kereta
Terdiri dari bangunan rumah pompa dan bengkel. Untuk rumah pompa saat ini telah dialihfungsikan sebagai kantor dipo induk kereta, sedangkan bangunan bengkel masih berfungsi seperti dahulu. - Dipo Lokomotif
Bangunan Dipo lokomotif ini berada pada emplasemen sisi barat. Bangunan ini menghadap selatan yang terdiri dari 2 bangunan. Pada gevel sisi selatan dan utara terdapat profil list berbentuk blok. Untuk teras sisi timur bangunan ini telah ditutup dengan bangunan permanen yang digunakan sebagai ruang-ruang baru. - Bengkel Lokomotif
- Gedung Resort Listrik Umum
Dahulu bangunan ini adalah gudang muat tinggi yang berada di sisi utara bangunan stasiun. Bangunan ini adalah struktur dinding dengan pilar-pilar beratap seng. Pada gevel sisi timur dan barat terdapat adanya profil list berbentuk sederhana. Saat ini gedung ini dimanfaatkan sebagai ruang Resort Listrik Umum dan ruang Polsuska. - Bangunan Resort Jalan, Jembatan dan Rel.