Pendidikan Karakter pada Lagu Dolanan Jawa




Pendidikan karakter merupakan bentuk kegiatan mendidik karakter ke arah yang lebih baik. Mampu mencetak generasi berahlak, bermoral, berkepribadian dan berkarakter bangsa Indonesia. Karakter sebagai bagian jiwa manusia sangat erat kaitannya dengan kebiasaan maupun kebudayaan. Kebiasaan merupakan pola perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang, sedangkan kebudayaan memiliki makna hasil kegiatan manusia berkaitan dengan akal budi, nalar manusia.

Budaya Jawa sebagai bagian kekayaan budaya di nusantara, sedang mengalami fenomena yang luar biasa. Fenomena tersebut berwujud eksistensi yang semakin berkembang di antara budaya-budaya di dunia. Dewasa ini, generasi muda merasakan kebudayan manca lebih keren dan modern, sedangkan budaya Jawa dianggap jadul (jaman dulu). Padahal, kebudayaan Jawa sendiri bisa memiliki mutiara-mutiara simbolik yang tersembunyi.

Mutiara-mutiara tersembunyi itu, salah satunya berwujud lagu dolanan (permainan). Lagu-lagu dolanan sampai sekarang masih digunakan oleh orang Jawa. Lagu yang dinyanyikan seorang ibu untuk anak, maupun lagu yang dinyanyikan oleh anak-anak bersama temannya. Lagu-lagu dolanan Jawa, jika diselami banyak mengandung nilai budi pekerti, pembelajaran karakter yang luhur. Berikut akan dikupas satu-persatu lagu dolanan Jawa yang erat kaitannya dengan karakter budaya Jawa.

Lela Ledhung

Tak lela lela lela ledhung cep menenga aja pijer nangis

Anakku sing bagus rupane yen nangis ndhak ilang baguse

Tak gadhang bisa urip mulya dadiya priya kang utama

Ngluhurke asmane wong tuwa dadiya pandekaring bangsa

Wis cep menenga anakku kae mbulane ndadari

Kaya ndhas buta nggilani arep nggoleki cah nangis

Tak lela lela lela ledhung cep menenga aja pijer nangis

Tak emban lendhang bathik kawung

Yen nangis ibu mundhak bingung

Lagu tersebut memiliki nilai karakter mendidik seorang anak dengan penuh kasih sayang. Pada lagu dolanan tersebut, pencipta memberikan nasihat, jika anak digendong, sambil dinyanyikan, tidak akan menangis. Misalnya, anak yang sedang rewel dipeluk, dihibur dengan nyanyian akan berhenti menangis. Jika masih menangis, akan hilang wajah bagusnya. Lagu tersebut bisa menarik perhatian anak ke suara ibu yang sedang berdendang. Baris demi baris yang indah, menceritakan keindahan alam berwujud bulan purnama. Tetapi, keindahan itu hilang apabila ada anak yang menangis, bulan purnama akan berubah menjadi kepala raksasa yang mencari anak tersebut.

 Lagu Lela-Ledhung sangat cocok jika dinyanyian ketika waktu malam. Sebuah wujud strategi untuk menidurkan anak (lullaby) yang mengandung nilai luhur ikatan rasa batin ibu dan anak. Selain itu, anak belajar mencintai keindahan alam di waktu malam.

Lagu dolanan lain yang sering dinyanyikan orang tua kepada anaknya, yaitu Menthok-Menthok. Lagunya seperti ini:

Menthok Menthok tak kandhani

Mung rupamu angisin-isini

Mbok ya aja ngetok ana kandhang wae

Enak enak ngorok ora nyambut gawe

Menthok menthok mung lakumu

Megal-megol gawe guyu

Lagu ini mengandung pendidikan karakter bahwa seorang anak harus rajin, disiplin, tidak mencontoh perilaku menthok. Menthok di lagu tersebut menggambarkan sosok manusia yang pemalas, tidak mau bekerja, sukanya hanya tidur atau rebahan saja. Lagu ini termasuk lagu yang membangun karakter anak supaya rajin bekerja, membantu orang tua, serta jangan terlalu banyak makan dan tidur.

Karakter anak dibangun dari rumah. Orang tua yang mengharapkan anaknya menjadi anak yang rajin, maka anak diberikan pendidikan dari rumah. Orang tua memulai dengan memberikan contoh yang baik, karena contoh nyata secara visual lebih tepat mengena ke hati anak-anak. Pendidikan yang dimulai dari rumah, sebagai wujud pondasi karakter anak, niscaya akan menjadi anak yang berkarakter baik, mampu bergaul di sekolah maupun masyarakat dengan sopan, mampu bekerja dengan disiplin. Seperti peribahasa sok sapa sing tekun mesthi bakal katekan. Siapa saja yang tekun atau rajin, pasti akan tercapai  keinginannya.

Lagu dolanan Jawa lain yang memiliki nilai pendidikan karakter berbentuk semangat, pantang mundur, dan gotong royong terdapat pada lagu Gugur Gunung. Jika dinyanyikan bersama-sama akan menumbuhkan rasa yang membangkitkan semangat bekerja. Adapun lagunya adalah sebagai berikut.

Gugur Gunung

Ayo kanca ayo kanca ngayahi karyaning praja
kene kene gugur gunung tandang gawe
sayuk sayuk rukun bebarengan ro kancane
lila lan legawa kanggo mulyaning negara
siji loro telu papat maju papat papat
diulung ulungake murih enggal rampunge
holobis kuntul baris holobis kuntul baris

Lagu Gugur Gunung tersebut menggambarkan pendidikan karakter bekerja sama, gotong royong dalam membersihkan lingkungan tanpa ada beban. Tetap ceria dan menyenangkan. Pada baris kelima dan keenam terdapat kalimat: siji loro telu papat maju papat papat, diulung ulungake murih enggal rampunge. Artinya, pekerjaan yang dikerjakan bersama-sama maka akan cepat selesai. Secara keseluruhan, lagu tersebut menjadi simbolik bahwa karakter manusia yang baik adalah rajin, disiplin, ringan tangan dalam bekerja, serta suka menolong.

Salah satu lagu dolanan yang terkenal di dunia permainan anak-anak, yaitu Cublak-Cublak Suweng. Adapun lagunya, sebagai berikut:

cublak-cublak suweng

suwenge ting gelenter

mambu ketundung gudel

pak empo lirak-lirik

sapa ngguyu ndelikake

sir-sir pong dele kopong sir-sir pong dele kopong

Permainan yang disebut Cublak-Cublak Suweng ini merupakan permainan anak yang namanya sama dengan lagu pengiringnya. Permainan tradisional ini sering dimainkan oleh anak-anak di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Permainan dimulai dengan ucapan "hompimpa alaium gambreng" yang diambil dari bahasa Sansekerta, bermana "saka Gusti Allah bali menyang Gusti Allah."

Kalimat sakti tersebut dipakai untuk menentukan yang kalah dan menang. Jika kalah, akan bertugas menjadi Pak Empo, bertelungkup di tengah-tengah anak lain, yang mengitari Pak Empo. Selanjutnya anak-anak yang lain duduk mengelilingi Pak Empo menyanyikan Cublak-Cublak Suweng sambil mengitari batu kerikil di dalam tangan yang ditaruh di punggung Pak Empo.

Pada kalimat "sapa ngguyu ndhelikake" menjadi simbolik jika batu kerikil harus cepat-cepat disembunyikan oleh anak yang menerima di dalam tangan, sambil menahan senyum. Di akhir lagu, anak-anak, anak-anak menggenggam tangan semua, pura-pura menyembunyikan batu kerikil. Pak Empo bangun, menebak di tangan siapa batu tersebut disembunyikan. Jika benar, anak yang memegang batu kerikil bergantian menjadi Pak Empo. Namun, apabila keliru menunjuk, Pak Empo kembali menelungkup, mengulangi bermain Cublak-Cublak Suweng lagi.

Permainan dan lagu tersebut sangat cocok untuk membangun karakter. Bisa menjadi sarana bermain yang menyenangkan. Berlaku jujur menjadi kunci utama permaian Cublak-Cublak Suweng. Selain itu, para pemain Cublak-Cublak Suweng bisa berlatih sabar, tidak mudah marah jika ditunjuk menjadi Pak Empo. Walaupun hanya dalam wujud permaian, namun dapat menjadi sarana belajar melatih karakter anak-anak.

Selanjutnya, lagu dolanan Jawa di bawah ini bisa menggambarkan keadaan yang terjadi di jaman sekarang. Jaman yang penuh dengan hati, pikiran dan perilaku manusia yang sering membolak-balik. Berikut lagu dolanan Sungsang Bawana.

Sungsang Bawana

Wolak-waliking jaman mulur lan mungkret owah lan gingsir

Kahanane wus beda wuwuh lan suda timbul lan musna

Tingkah polahing titah saben dinane mung kaya kewan

Ora nganggo tatanan mungkur ing sembah marang Gusti

Kayu watu dipepuji sujud mring sapadha

Nalar ora piguna rasa jati wis ngoncati jiwa

Kobar latuning murka angkara pedhut ngebaki donya

Tingkah perilaku manusia tergambar pada lagu dolanan tersebut. Banyak manusia yang tidak memiliki tatanan, membangkang, tidak menyembah pada Tuhan. Kayu bebatuan dipuja-puja. Manusia lebih senang menyembah manusia lain yang dirasa tinggi jabatannya, banyak uangnya, yang diharapkan bisa memberi kehidupan lebih baik. Manusia terlena pada harta benda, tanpa memiliki akal budi lagi.

 Lagu dolanan tersebut mewujudkan bahwa perjalanan hidup, baik buruk manusia tergantung dari bagaimana cara menjalaninya. Menjalani hidup dengan sederhana, penuh tata krama, menjauhi huru-hara, meninggalkan watak yang tidak baik, akan terasa lebih menikmati hidup yang nyaman. Maka, lagu dolanan tersebut bisa membangun karakter manusia jaman sekarang, supaya menjadi generasi yang lebih baik, berwatak utama. Baris demi baris mengingatkan agar manusia jangan sampai terlena, senantiasa mengingat pada Gusti Allah, karena dunia seisinya adalah milikNya.  

Simpulan dari berbagai macam lagu dolanan di atas adalah keluarga merupakan wahana startegis dalam pendidikan karakter, karena anak-anak senantiasa mencontoh perilaku orang tua. Dalam lagu-lagu dolanan banyak nilai simbolik budaya Jawa yang mengandung pendidikan karakter berupa gotong royong, rajin belajar dan bekerja, jujur, beribadah, dan menghormati orang lain.

Oleh: Kingkin Winanti Nurdiana





img

Jogja Belajar Budaya

JB Budaya adalah salah satu layanan unggulan Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan DIY yang terintegrasi dengan jogjabelajar.org. JB Budaya merupakan media pembelajaran berbasis website yang mempelajari tentang budaya-budaya di Yogyakarta.




Artikel Terkait

Artikel yang juga anda sukai

Sejarah Wayang Kulit Purwa

Sesuai dengan namanya, wayang kulit terbuat dari kulit binatang (kerbau, lembu atau kambing). Wayang kulit dipakai untuk memperagakan Lakon-lakon dari Babad Purwo yaitu....

Baca Selengkapnya