Menulis Geguritan




 Oleh : Slamet Nugroho, S.Pd

Menulis ialah menuntunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut. Kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu, gambar atau lukisan mungkin dapat menyampaikan makna-makna, tetapi tidak menggambarkan kesatuan-kesatuan bahasa. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesatuan kesatuan bahasa (tarigan, 2000:21).

Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini maka sang penulis haruslah terampil memanfaatkan grafonologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Ketrampilan menulis tidak akan datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak dan teratur (Tarigan, 2000 : 4).

Ketrampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar. Menulis dipergunakan, oleh orang terpelajar atau bangsa yang terpelajar. Menulis dipergunakan, oleh orang terpelajar untuk mencatat, merekam, meyakinkan, melaporkan, memberitahukan, dan mempengaruhi. Maksud tersebut hanya dapat dicapai dengan baik oleh orang-orang yang dapat mengutarakan pikirannya dengan jelas. Kejelasan ini hanya akan tercapai pada pikiran, organisasi, pemakaian kata-kata dan struktur kalimat.

Geguritan adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi rima dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Menulis geguritan berarti berkomunikasi dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi rima dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata yang imajinatif.

Geguritan adalah ekspresi kreatif, yaitu ekspresi dari akfitas jiwa yang memusatkan kesan-kesan atau kondensasi (Pradopo), 1987). Kesan-kesan dapat diperoleh melalui pengalaman dan lingkungan. Belajar geguritan merupakan salah satu bentuk kegiatan apresiasi geguritan.

Herman J. Waluyo (2003:1) menyatakan bahwa puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi rima dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Sedangakan geguritan adalah bentuk puisi yang menggunakan bahasa Jawa. Geguritan adalah karya estetis yang memanfaatkan sarana bahasa secara khas. Hal ini sejalan dengan pandangan yang menyatakan bahwa jika suatu ungkapan sarana bahasa itu bersifat “luar biasa,” ungkapan itu disebut sebagai ungkapan sastra atau sastrawi (Sayuti, 2008:24). Penyimpangan yang ada dalam geguritan merupakan relevansi, yakni untuk mencapai efek “keluar biasaan” ekspresi. Dalam konteks geguritan sebagai sarana penyair dalam membangun komunikasinya, berbagai fungsi komunikatifnya tetap inheren, terutama fungsi yang bersifat emotif, referensial, puitik, dan konatif. Untuk itu menulis geguritan sangat penting karena berfungsi sebagai komunikasi yang bersifat emotif, referensial, puitik, dan konatif. Adanya penonjolan salah satu fungsi atau lebih karena terbatas-batas geguritan yang memang harus begitu. Artinya, ekspresi puitik memang membutuhkan adanya konsentrasi dan intensifikasi. Di samping itu secara ekpresif terdapat semacam kebebasan yang lebih dikenal dengan istilah lisensia puitika bagi para penyair. Tetapi tidak jarang pula ditemui geguritan-geguritan yang sengaja memanfaatkan kata-kata seperti penggunaan bahasa sehari-hari, dan grammar normatif.

Geguritan sebagai sosok pribadi penyair atau ekspresi personal berarti geguritan merupakan luapan perasaan imajinatif penyair yang beroperasi pada persepsi-persepsinya. Aspek emosional mengutamakan intelektual dan tidak mengherankan jika geguritan disebut juga sebagai bahasa perasaan. Aspek emotif menonjolkan fungsi-fungsi lainnya. Artinya, bahasa dalam geguritan difungsikan untuk menggambarkan, membentuk, dan mengekspresikan gagasan, perasaan, pandangan, dan sikap penyair. Oleh karena itu, geguritan lahir tidak lepas dari pribadi penyair dengan latar belakang kebudayaan dan pengalamannya. Jadi menulis geguritan adalah menggambarkan, membentuk, dan mengeskpresikan gagasan, perasaan, pandangan, dan sikap penyair dengan bahasa yang padat.

Belajar Menulis Geguritan.

Sebelum menulis geguritan, harus memahami langkah-langkah dalam menulis geguritan. Menentukan tema, mendaftar kata-kata yang mendukung tema. Kemudian menyusun kata-kata tersebut menjadi baris dan bait. Langkah berikutnya menyunting dengan membacanya. Apabila ada kata-kata yang dirasa kurang tepat, diganti dengan kata yang bersinonim atau kata yang memiliki makna, rasa yang tepat untuk menyatakan maksud, gagasan, atau pikiran. Dengan demikian apabila dibaca geguritan itu akan tampak rima dan iramanya.

Menurut pengalaman, geguritan itu merupakan ungkapan kata-kata bermakna yang dihasilkan dari berbagai proses masing-masing. Proses kelahiran itu ada beberapa tahapan, antara lain :

  1. Tahapan mengungkapkan data diri.
    Geguritan pada tahap ini lahir berdasarkan observasi pada sekitar diri sendiri, terutama pada faktor fisik. Misalnya pada waktu berkaca.

    ANAK JAMAN

    kaanggit dening: Ki Dwija Disastra

    nalika daksawang kanca-kancaku sapantaran

    aku rumangsa kadohan

    dandanan ing saranduning badan

    aku kaya ketinggalan jaman

    rambut ngrembyak semiran abang

    numpak montor knalpot blombongan

    apa kudu mangkono yen sinebut anak jaman?

    ………
  2. Tahapan mengungkapkan rasa diri
    Pada tahap ini akan lahir geguritan yang mampu mengungkapkan rasa atau perasaan diri sendiri atas objek yang terungkap bisa berupa sedih, senang, benci, cinta patah hati, dan lain-lain.


    Telulas Nopember

    marang AA Yrma Mada

    dening Sugito H.S.

    ing angen-angen

    aku teka sangu esem

    tanpa kembang tanpa buntelan

    sebab eman yen nganti dlamakan

    tanganku kringeten

    nalika njawat astamu

    ing angen-angen

    tekaku nganggo klambi putih clana ireng

    tanpa rerenggan babar-pisan

    sebab niyatku temenan

    paranku lempeng

    mung tumuju atimu
  3. Tahapan mengungkapkan fakta objek lain
    Tahap ini geguritan lahir berdasarkan fakta-fakta diluar diri dan dituliskan begitu saja adanya tanpa tambahan kata bersayap atau metafor misalnya tatkala melihat meja, kemudian muncul gagasan untuk menulis geguritan.

    JOGJA AMAN TANPA PREMAN

    dening: Ki Dwija Disastra

    Dhar dher dhor

    swara bedhil iku nggugah wengi kang turu kepati

    ngudi tuwuh lara wirang

    kang dadi pawadan

    janma ing pakunjaran temah dadi bathang

     

    ana kang kandha

    kuwi wis kelangan kamanungsan

    ing ngatase ing pakunjaran isih didadekake korban

    …..

  4. Tahapan mengungkapkan rasa objek lain
    Pada tahap ini penulis geguritan mencoba mengungkapkan perasaan suatu objek, baik perasaan orang lain, maupun benda-benda disekitarnya seolah-olah menjelma menjadi manusia.

    Ing Kene, tekan Seprene

    dening Sugito H.S.

    demung mbalung bonang nggembyang

    kethuk ngguguk suling njempling

    ing pendhapa gedhong ara-ara

    unine beda

    pelog slendro lirih sero kenceng kendho

    nasibe padha

    biru-garing kuru-aking
  5. Tahap mengungkap yang belum hadir.
    Pada tahap ini geguritan sudah merupakan kristalisasi yang sangat mendalam atas segala fakta, rasa, dan analisa menuju jangkauan yang bersifat lintas ruang dan waktu menuju kejadian di masa depan. Mengungkapkan kehadiran yang belum hadir artinya melalui media geguritan, geguritan dipandang mampu menyampaikan gagasan dalam menghadirkan sesuatu hal yang pengungkapannya hanya bisa melalui geguritan, tidak dengan yang lain. Misalnya cita-cita anak muda, budaya, dan gaya hidup masyarakat dimasa depan.

    NGGER, BOCAH BAGUS ANAKKU LANANG

    dening: Dwija Disastra

    Ngger, bocah bagus anakku lanang

    uripmu ing jaman anyar

    kabeh sarwa digital

    larasen kawruhmu kareben ora kaponthal-ponthal

    kanthi linambaran lantiping akal

    adohna laku srugal

    kanggo nggayuh utamaning amal

     

    Ngger, bocah bagus anakku lanang

    Asahen pikirmu ing saben wektu

    supaya lantip maca sasmita

    kang wus pinaringake dening Pangeran

    kanggo manjing ing katentreman
  6. Belajar menulis geguritan bagi orang dewasa tentunya harus sudah mencapai pada tahap yang kelima yaitu mengungkapkan yang belum hadir. Geguritan hasil tulisan orang dewasa diharapkan sudah merupakan kristaliasi yang sangat mendalam dan kaya metaphor. Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk bisa menulis geguritan:
    1. Menyimak pembacaan geguritan model melalui rekaman. Geguritan model dapat diambilkan.
    2. Menentukan tema dan kata-kata pendukung tema.
    3. Menulis geguritan sambil diputarkan kembali rekaman pembacaan geguritan model dengan suara sayup-sayup.
    4. Menyunting geguritan hasil karyanya.
    5. Memperbaiki geguritannya
    6. Membaca geguritan hasil karyanya

Daftar Pustaka

Pradopo, Rahmat Djoko, 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Sayuti, Suminto, 2008. Berkenalan dengan Puisi. Yogyakarta: Gama Media
Sumiati, 2008. Metode Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima
Tarigan, henry Guntur, 2000.
Menulis Sebagai Suatu Ketrampilan berbahasa. Bandung: Ankasa.
Waluyo, Herman J. 2003. Apresiasi Puisi Pelajar dan Mahasiswa Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
http://ahmadsudrajat.ordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-metode-teknik-dan model-pembelajaran/8 September 2011
http://prayudi.wordpress.com/2007/05/15/proses-pembelajaran/8September 20011





img

Jogja Belajar Budaya

JB Budaya adalah salah satu layanan unggulan Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan DIY yang terintegrasi dengan jogjabelajar.org. JB Budaya merupakan media pembelajaran berbasis website yang mempelajari tentang budaya-budaya di Yogyakarta.




Artikel Terkait

Artikel yang juga anda sukai