Candi Kedulan




Candi Kedulan adalah sebuah candi bercorak Hindu yang terdapat di Dusun Kedulan, kurang lebih 3 kilometer dari Candi Kalasan. Candi ini ditemukan secara tak sengaja oleh para penambang pasir pada 24 November 1993. Pada saat ditemukan candi tersebut dalam keadaan runtuh dan terpendam material vulkanik yang terbawa oleh lahar gunung Merapi.

Sumber tertulis yang dapat dikaitkan dengan Candi Kedulan adalah dua buah prasasti yang ditemukan pada tahun 2002 yaitu prasasti Sumuņdul dan prasasti Pananggaran. Kedua prasasti tersebut bertuliskan huruf serta bahasa Jawa Kuna berangka tahun 791 Saka (869 M).

Dilansir dari situs resmi bpcbdiy Kedua prasasti tersebut telah berhasil dibaca, diterjemahkan, dan diinterpretasikan oleh Cahyono Prasodjo dan Riboet Darmosutopo dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Isinya yaitu menjelaskan tentang adanya sebuah dawuhan (dam) yang digunakan oleh masyarakat dari dua desa yakni Pananggaran dan Parhyangan, serta adanya kewajiban membayar pajak untuk pengelolaan dam tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat pada masa itu sudah mengenal manajemen irigasi dan pemanfaatannya dalam pertanian dengan baik.

Pada kedua prasasti tersebut juga disebutkan adanya bangunan suci bernama Tiwagaharyyan, namun tidak ada keterangan yang menunjukkan bahwa bangunan suci itu adalah Candi Kedulan atau bukan. Sampai saat ini juga belum ditemukan bukti pendukung mengenai waktu pendirian bangunan suci Tiwagaharyyan. Oleh karena itu, untuk menentukan masa pendirian Candi Kedulan untuk sementara ini mengacu pada angka yang tertera pada prasasti Sumuņdul dan prasasti Pananggaran yang berangka tahun 791 Saka atau 869 Masehi. Kedua prasasti tersebut diperkiran dibuat sezaman dengan masa pendirian Candi Kedulan.

Berdasarkan hasil rekonstruksi dapat diketahui bahwa Candi Kedulan terdiri dari satu candi induk menghadap ke arah timur dan tiga candi perwara berada di sisi timur candi induk. Dari hasil ekskavasi ditemukan benda-benda yaitu Lingga-Yoni, arca Durga Mahisasuramardini, arca Nandiswara, arca Mahakala, arca Ganesha, dan arca Agastya. Temuan-temuan tersebut diinterpretasikan berasosiasi dengan candi induk. Selain itu ditemukan arca Nandi, dua buah padmasana dan lingga-yoni yang diduga bagian dari candi perwara.

Candi induk secara vertikal terdiri atas tiga bagian, yaitu kaki candi, tubuh candi, dan atap candi. Bagian kaki candi berdenah persegi berukuran 12,05 x 12,05 meter dan tinggi 2,72 meter dengan penampil di sisi timur yang berfungsi sebagai tangga masuk. Pada bagian pipi tangga terdapat hiasan makara. Bagian kaki candi juga memiliki selasar yang dikelilingi pagar langkan.

Bagian tubuh candi induk berukuran lebih kecil dibandingkan dengan bagian kaki candinya, yaitu 4 x 4 meter dan tinggi 2,6 meter. Di dalam tubuh candi terdapat bilik yang di dalamnya ditempatkan lingga dan yoni. Pintu masuk ke dalam bilik berada di sisi timur, sedangkan pada kanan-kirinya terdapat relung berisi arca Mahakala dan arca Nandiswara.

Pada dinding tubuh candi terdapat relung di setiap sisinya, kecuali pada sisi timur yang merupakan pintu masuk ke dalam bilik. Pada relung sisi utara berisi arca durga dan di bawah relung tersebut terdapat lubang yang berfungsi sebagai saluran air menuju selasar. Relung sisi barat berisi arca Ganesa, dan relung sisi selatan belum ditemukan arca yang mengisinya. Bagian atas relung berhiaskan kala tanpa rahang bawah, di kanan kiri relung berhiaskan pilaster dengan motif dedaunan dan makara.

Selain bangunan candi induk dan candi perwara, Candi Kedulan memiliki pagar halaman I dan halaman II, hingga saat ini yang telah ditemukan berupa pagar halaman I sisi utara dan selatan.





img

Jogja Belajar Budaya

JB Budaya adalah salah satu layanan unggulan Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan DIY yang terintegrasi dengan jogjabelajar.org. JB Budaya merupakan media pembelajaran berbasis website yang mempelajari tentang budaya-budaya di Yogyakarta.




Artikel Terkait

Artikel yang juga anda sukai

Tembang Dhandanggula

Tembang Dhandanggula menggambarkan keadaan kehidupan manusia yang telah mencapai tahap kemapanan sosial, kesejahteraan telah tercapai dan telah menikmati masa hidupnya.

Aturan persajakan :

  1. Guru gatra :....

    Baca Selengkapnya