Ajaran Hidup Panembahan Senapati Dalam Pupuh Sinom Serat Wedhatama Sebagai Tauladan Generasi Masa Kini




Sumber gambar : https://kebudayaan.jogjakota.go.id/page/index/panembahan-senopati

Pengelompokan generasi belakangan sering muncul seiring berkembangnya teknologi dan kemampuan manusia dalam bekerja. Teori Benesik, Csikos, dan Juhes menyebutkan generasi yang lahir tahun 1925-1945 disebut Generasi Veteran, berlanjut Geenrasi Baby Boomers, Generasi X, Generasi Y, dan yang lahir setelah tahun 2010 disebut Generasi Alfa. Beberapa ahli demografi mengelompokkan generasi pada tahun-tahun tertentu, namun umumnya hampir sama. Keseluruhan pengelompokan generasi paling banyak terdampak dari kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Semakin hari teknologi bertambah yang menyebabkan manusia  mengenal alat elektronik ataupun alat komunikasi yang canggih. Hal ini yang menyebabkan manusia semakin hari cenderung mendambakan pola hidup yang praktis, efektif dan efisien. Jika tidak diimbangi dengan ilmu pengetahuan dalam mengolah karakter pribadi, maka dikhawatirkan generasi masa kini akan tumbuh menjadi manusia yang egois dan memburu nafsu dunia semata tanpa mencerna makna kehidupan. Untuk itu generasi masa kini perlu meneladani ajaran hidup leluhur Jawa.

Tokoh yang patut menjadi tauladan hidup adalah Panembahan Senapati, tokoh bersejarah kerajaan Mataram Islam Yogyakarta. Tauladan yang dapat kita tiru dari Panembahan Senapati tergambar pada salah satu pupuh dalam Serat Wedhatama, yaitu Pupuh Sinom yang terdiri dari 18 pada (bait). Pada Pupuh Sinom ini digambarkan watak-watak terpuji Panembahan Senapati yang dapat dijadikan suri tauladan. Serat Wedhatama merupakan sebuah karya sastra yang ditulis oleh K.G.P.A.A Mangkunegoro IV pada abad ke-19. Serat Wedhatama berbentuk tembang macapat yang terdiri dari 100 pada (bait), diantaranya Pupuh Pangkur 14 pada, Pupuh Sinom 18 pada, Pupuh Pocung 15 pada, Pupuh Gambuh 35 pada, dan Pupuh Kinanthi 18 pada. Wedhatama berasal dari kata wedha dan tama. Dalam Kamus Bahasa Jawa-Indonesia wedha mempunyai arti ilmu, pengetahuan. Sedangkan tama berasal dari kata utama yang mempunyai arti utama, baik (dalam sikap, budi, tindak-tanduk). Maka secara harfiah Serat Wedhatama dapat dimaknai sebagai Serat atau buku yang berisi tentang pengetahuan, nasehat untuk bersikap, bertindak dan beringkah laku yang baik. Konon dikisahkan bahwa Serat Wedhatama ditulis K.G.P.A.A Mangkunegoro IV yang ditujukan untuk anak keturunannya. Namun setelah diketahui bahwa ajaran yang terkandung di dalamnya sangatlah luhur, maka banyak kalangan masyarakat menilai bahwa Serat Wedhatama dapat menjadi sumber belajar oleh masyarakat umum.

Tembang macapat Sinom Suwarna (2008) berpendapat bahwa tembang Sinom mempunyai watak lincah dan bermasyarakat, serta cocok digunakan untuk menasehati atau digunakan untuk mengajar. Maka tembang Sinom tepat bila digunakan sebagai ajaran hidup utamanya untuk generasi muda. K.G.P.A.A Mangkunegoro IV sebelumnya menggambarkan bahwa manusia yang telah manunggal dengan Tuhan Yang Maha Esa adalah manusia yang telah memadamkan hawa nafsunya. Sehingga budinya menjadi jernih, lahir batinnya tentram karena sudah tidak memiliki rasa tamak. Manusia kembali kepada hakekat sebagai makhluk yang suci. Hal ini tergambar pada pada terakhir tembang Pangkur berikut ini

Sajatine kang mangkana,

Wus kakean nugrahaning Hyang Widhi,

Bali alaming asuwung,

Tan karem karameyan,

Ingkang sipat wisesa winisesa wus,

Mulih mula-mulanira,

Mulane wong anom sami.

Setelah pupuh Pangkur dalam Serat Wedhatama tertulis pupuh Sinom. Pada bait ke-1 Pupuh Sinom Panembahan Senapati tersurat secara jelas bahwa beliaulah salah satu tauladan manusia yang telah menyatu dengan Tuhan Yang Maha Esa. Pada tersebut berbunyi seperti berikut

Nulada laku utama/ Tumraping wong tanah Jawi/ Wong-Agung ing Ngeksiganda/ Panembahan Senapati/ Kapati amarsudi/ Sudaning hawa lan nepsu/ Pinesu tapa brata/ Tanapi ing siang ratri/ Amamangun karyenak tyasing sasama

Teladanilah sikap-laku utama/ (bagi) Masyarakat Jawa/ Manusia agung di Ngeksiganda/ Panembahan Senapati/ Yang selalu tekun dan bersungguh-sungguh/ Mengurangi hawa dan nafsu/ Dengan bertapa/ Siang dan malam/ Membangun hidup yang tentram bagi sesama//

Pada tembang macapat di atas tergambar bahwa Pupuh Sinom telah diawali dengan anjuran untuk meneladani sikap dan laku Panembahan Senapati. Dari 18 pada Sinom yang terdapat dalam Serat Wedhatama keteladanan sikap Penembahan Senapati dapat digambarkan berikut ini

  1. Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
    Sikap Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa hampir mendominasi isi dalam pupuh Sinom Serat Wedhatama. Salah satunya tertuang dalam pupuh Sinom pada ke- 5 berikut ini
    Dahat denira aminta/ Sinupeket pangkat kanthi/ Jroning alam palimunan/ Ing pasaban saben sepi/ Sumangga anyanggemi/ Ing karsa kang wus tinamtu/ Pamrihe mung aminta/ Supangate teki-teki/ Nora ketang teken janggut suku jaja//
    Mohonlah kamu dengan sungguh-sungguh/ Agar dapat diakui sebagai sahabat setia (sangat dekat)/ Di dalam alam ghoib/ Tempat mengembara dalam sepi/ Bersedialah untuk menyanggupinya/ Pada kehendak-Nya (takdir) yang sudah digariskan/ Harapannya hanya untuk meminta/ Restu dalam bertapa/ Walaupun harus dengan dagu, kaki dan dada//

    Pada bait di atas tergambar bahwa Panembahan Senapati senang melakukan bertapa. Bertapa dalam hal ini tidak hanya diartikan sebagai semedi di dalam goa atau tempat yang wingit. Namun dapat pula diartikan sebagai suatu ibadah menyembah Tuhan Yang Maha Kuasa. Sebagai manusia tetap berusaha menjadi kekasih Allah SWT, dengan melakukan ibadah, memohon kepada-Nya walaupun harus dilakukan dengan bersusah payah. Hal ini mengajarkan bahwa manusia hidup di dunia yang paling utama adalah menjadi manusia yang utama di hadapan-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya.
  2. Menjalankan puasa dan beribadah di malam hari
    Pada pupuh Sinom bait ke-1 digambarkan bahwa Panembahan Senapati melakukan puasa siang dan malam untuk mengurangi hawa nafsu. Kemudian pada pupuh Sinom bait ke-2 digambarkan pula laku Panembahan Senapati dalam berpuasa dan mengurangi tidur

    Samangsane pasamuan/ Mamangun marta martini/ Sinambi ing saben mangsa/ Kala-kalaning ngasepi/ Lalana teki-teki/ Nggayuh geyonganing kayun/ Kayungyun eninging tyas/ Sanitasya pinrihatin/ Pungguh panggah cegah dhahar lawan nendra//
    Ketika dalam pertemuan (pergaulan)/ Membangun sikap memantaskan diri/ Ketika ada kesempatan/ Ketika ada waktu luang/ Meraih keinginan yang diharapkan/ Hanyut dalam keheningan kalbu/ Senantiasa berlaku prihatin/ dengan bersungguh-sungguh mengurangi makan dan tidur.

    Pada bait tersebut mengurangi makan tidak lantas diartikan sebagai sikap untuk berdiet. Namun dapat diartikan sebagai pola dalam menjaga makanan serta dapat pula diartikan puasa. Seiring berkembangnya cipta, rasa dan karsa manusia menjadikan manusia semakin kreatif bahkan dalam hal mencipta makanan. Kini jamak dijumpai berbagai kreatifitas makanan dari berbagai bahan. Untuk itu sebagai manusia hendaklah mengurangi keinginan untuk tamak dalam makanan. Lebih baik prihatin, makan sehat seperlunya dan berbanyaklah berpuasa. Pada bait tersebut juga digambarkan Panembahan Senapati membatasi tidur. Hal ini dapat diartikan bahwa ketika malam hari, beliau tidak menggunakan waktu istirahatnya untuk nyenyak tidur. Namun digunakan untuk beribadah, merenung dan menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  3. Bersikap memantaskan diri
    Selain melakukan puasa dan ibadah di malam hari, pada Pupuh Sinom bait ke-2 juga tergambar bahwa Panembahan Senapati berusaha memantaskan diri dalam bersikap. Kesalehannya dilakukan saat ada waktu luang dan suasana sepi. Namun pada saat bertemu dengan orang lain dan bergaul dengan masyarakat sikap Panembahan Senapati tetap wajar seperti masyarakat pada umumnya. Panembahan Senapati digambarkan sebagai manusia yang berusaha mendapatkan ridho-Nya tanpa perlu mendapatkan pujian manusia saat beribadah. Sikap ini dapat menjadi tauladan generasi muda bahwa manusia harus dapat menyeimbangkan sikap dalam bermasyarakat dan sikap dalam menjalankan ajaran agama. Ketika manusia hidup bermasyarakat bersikaplah sewajarnya, yaitu memiliki sifat saling membantu, tolong menolong dan peduli tanpa perlu memamerkan kesalehannya. Ketaatan dalam beribadah hanya ditunjukkan saat menyembah-Nya. Dalam pergaulan generasi masa kini manusia cenderung ingin terlihat eksis di sosial media. Maka jika mengamalkan ajaran Panembahan Senapati generasi masa kini akan lebih bijak dalam menggunakan sosial media. Tidak perlu memamerkan betapa taat dan alim.

  4. Mengutamakan kesejahteraan rakyatnya
    Nasehat kepemimpinan Panembahan Senapati digambarkan dalam pupuh Sinom Serat Wedhatama. Sikap kepemipinan tergambar pada pupuh Sinom bait ke-1 berikut

    Nulada laku utama/ Tumraping wong tanah Jawi/ Wong-Agung ing Ngeksiganda/ Panembahan Senapati/ Kapati amarsudi/ Sudaning hawa lan nepsu/ Pinesu tapa brata/ Tanapi ing siang ratri/ Amamangun karyenak tyasing sasama.
    Teladanilah sikap-laku utama/ (bagi) Masyarakat Jawa/ Manusia agung di Ngeksiganda/ Panembahan Senapati/ Yang selalu tekun dan bersungguh-sungguh/ Mengurangi hawa dan nafsu/ Dengan bertapa/ Siang dan malam/ Membangun hidup yang tentram bagi sesama//

Panembahan Senapati sebagai seorang pemimpin hidupnya telah didharmakan untuk rakyatnya. Pada bait di atas DIGAMBARKAN Panembahan Senapati menjalani hidup dengan menahan hawa dan nafsu duniawi. Hidupnya lebih banyak digunakan untuk beribadah dan memikirkan bagaimana agar rakyatnya hidup sejahtera. Pada baris terakhir tersurat kalimat Amamangun karyenak tyasing sasama yang berarti bahwa membangun kehidupan yang nyaman menyenangkan hati sesama. Kalimat ini dapat diartikan bahwa Panembahan Senapati sebagai seorang pemimpin mengupayakan agar rakyatnya dapat hidup secara nyaman, sejahtera tanpa rasa khawatir dan kekurangan. Jika rakyatnya telah sejahtera, hidupnya akan lebih bahagia lahir dan batin. Pada masa sekarang ajaran kepemimpinan ini masih relevan ditauladani. Jika sesorang menjadi pemimpin hendaklah mengutamakan kesejahteraan anggota atau rakyatnya. Tidak mengedepankan ego pribadi ataupun hawa nafsu duniawi. Di tengah kehidupan yang hedonis, seorang pemimpin diuji dengan pangkat yang ia sandang. Pemimpin yang baik akan menggunakan wewenangnya dengan bijaksana, tidak memaksakan keinginan pribadi atau keinginan untuk memperkaya diri. Jalan yang ditempuh untuk menggempur godaan gaya hidup bermewah-mewah salah satunya dengan selalu memohon petunjuk Tuhan Yang Maha Esa, menekan ego pribadi dan hawa nafsu duniawi.

Pustaka :

  • Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Badan Statistik. 2018. Profil Generasi Milenial Indonesia. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
  • Suwarna. 2008. Sekar Macapat. Universitas Negeri Yogyakarta. Fakultas Bahasa dan Seni
  • Tim Balai Bahasa DIY.2021.Kamus Bahasa Jawa-Indonesia. Balai Bahasa DIY
  • Yayasan Mangadeg Surakarta. 1979. Terjemahan : Wedha-Tama Karya K.G.P.A.A Mangkunegoro IV Surakarta Hadiningrat. Jakarta Pusat: Pradnya Paramita




img

Jogja Belajar Budaya

JB Budaya adalah salah satu layanan unggulan Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan DIY yang terintegrasi dengan jogjabelajar.org. JB Budaya merupakan media pembelajaran berbasis website yang mempelajari tentang budaya-budaya di Yogyakarta.




Artikel Terkait

Artikel yang juga anda sukai

Cerita Mahabarata

Kisah Mahabharata diawali dengan pertemuan Raja Duswanta dengan Sakuntala. Raja Duswanta adalah seorang raja besar dari Chandrawangsa keturunan Yayati, menikahi Sakuntala dari pertapaan....

Baca Selengkapnya

Candi Kedulan

Candi Kedulan adalah sebuah candi bercorak Hindu yang terdapat di Dusun Kedulan, kurang lebih 3 kilometer dari Candi Kalasan. Candi ini....

Baca Selengkapnya